D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
ELIZABET NOVITA TARIGAN (1153371010)
IRA NATASYA TARIGAN (1153371013)
LISTER TUMANGGER (1141171012)
SANTI SITANGGANG(1153371021)
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
20116
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Interaksi sosial
adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Ada aksi dan ada reaksi.
Pelakunya lebih dari satu. Individu vs individu. Individu vs kelompok. Kelompok
vs kelompok dll. Contoh guru mengajar merupakan contoh interaksi sosial antara
individu dengan kelompok. Interaksi sosial memerlukan syarat yaitu Kontak
Sosial dan Komunikasi Sosial. Kontak sosial dapat berupa kontak primer dan
kontak sekunder. Sedangkan komunikasi sosial dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Interaksi sosial secara langsung apabila tanpa melalui perantara.
Misalnya A dan B bercakap-cakap termasuk contoh Interaksi sosial secara
langsung ini termasuk contoh interaksi sosial tidak langsung. Faktor yang
mendasari terjadinya interaksi sosial meliputi imitasi, sugesti, identifikasi,
indenifikasi, simpati dan empati Imitasi adalah interaksi sosial yang didasari
oleh faktor meniru orang lain. Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak
menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang
pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang
lambat sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan
hanya dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan
suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan
kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan
masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
prilaku organisasi, sususnan kelembagaan masyarakat, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial dan sebagainya.
B.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan maklah tersebut
adalah untuk :
1. Mengetahui apa itupola interaksi
dalam organisasi
2. Mengetahui apa itu keefektifan
3. Mengetahui apaitu kekompakan
4. Mengetahui apaitu ketergantungan
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN POLA INTERAKSI
Interaksi merupakan hubungan antarmanusia yang sifat dari
hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu
mengalami dinamika. Hubungan antara
manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan
produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang
berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang
apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi
perilaku sehari-hari
Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi
saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa
manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan
yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan
masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam bukunya, Sosial Psychology, memberikan
rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi sosial adalah hubungan antara dua
individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.” Menurut Gillin and
Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara
orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang dengan
kelompok.”
Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan
antar inividu, kelompok, dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling
mempengaruhi, merubah baik dari yang buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah “gambar,
corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”. Sedangkan
interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi, berhubungan,
memengaruhi, dan antar hubungan. Apabila kata tersebut dikaitkan
dengan interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara
komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok
dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang
lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan.
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan
bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh / model. Jika dihubungkan dengan
pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi.
Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang disebut
dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola interaksi adalah dalam hal
seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di
dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama akan tampak bahwa
guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung
dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua
belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak
didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan
terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain.
Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu
cara, model, dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan
mempengaruhi dengan adanya timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai
pengajar memiliki peran penting utuk dapat mengatur jalannya kegiatan belajar
mengajar melalui pola interaksi dimana guru berperan sebagai pemberi aksi
melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi melalui
pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki
peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui
pertanyaan-pertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi
penerima aksi melaui belajar dan mendengarkan. Namun, kerjasama dapat sangat
membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan
siswa.
Pola Interaksi Sosial
Interaksi
sosial yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan
kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila
interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk
jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan.
Pola
interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.
Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang
guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencermin kan perilaku seorang
guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.
b.
Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu
titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya
interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama,
adanya per-saingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya.
c.
Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai
keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun
kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat
dapat menciptakan keteraturan sosial.
d.
Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi
sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau
negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal
memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat,
pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan
amoral.
Klasifikasi
interaksi sosial. Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat
diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu sebagai berikut.
a.
Pola
Interaksi Individu dengan Individu
Dalam
mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang
mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan
simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi.
Jarak
sosial sangat dipengaruhi oleh status dan peranan sosial. Artinya, semakin
besar perbedaan status sosial, semakin besar pula jarak sosialnya, dan
sebaliknya. Anda mungkin pernah menyaksikan “si kaya” (bersifat superior) yang
suka menjaga jarak dengan “si miskin” (bersifat inferior) dalam pergaulan
sehari-hari karena adanya perbedaan status sosial di antara mereka. Apabila
jarak sosial relatif besar, pola interaksi yang terjadi cenderung bersifat
vertikal, sebaliknya apabila jarak sosialnya kecil (tidak tampak), hubungan
sosialnya akan berlangsung secara horizontal.
Simpati
seseorang didasari oleh adanya kesamaan perasaan dalam berbagai aspek
kehidupan. Sikap ini dapat pula diartikan sebagai perasaan kagum atau senang
terhadap orang lain ketika salah satu pihak melakukan sebuah tindakan ataupun
terjadi interaksi di antara keduanya. Adapun antipati muncul karena adanya
perbedaan penafsiran terhadap sesuatu sehingga menimbulkan perasaan yang
berbeda dengan pihak lain.
Dua
orang saudara bisa saja tidak saling mengenal akibat intensitas dan frekuensi
interaksi di antara keduanya tidak ada atau jarang sekali terjadi. Akan tetapi,
dua orang yang baru berkenalan bisa saja menjadi sahabat bahkan saudara karena
intensitas dan frekuensi interaksinya yang sering.
Pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspekaspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang bertemu di jalan dan saling menyapa.
Pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspekaspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang bertemu di jalan dan saling menyapa.
b.
Pola
Interaksi Individu dengan Kelompok
Pola
ini merupakan bentuk hubungan antara individu dan individu sebagai anggota
suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dalam hal
ini, setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tata cara
yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung
jawab bersama. Contohnya, hubungan antara ketua dengan anggotanya pada karang
taruna tidak dikatakan sebagai hubungan antarindividu, tetapi hubungan
antarindividu dengan kelompok sebab menggambarkan mekanisme kelompoknya.
Pola
interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa bentuk ideal yang merupakan
deskripsi atau gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat. Harold
Leavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal, yaitu pola
lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus.
Bentuk-Bentuk
Pola Interaksi Sosial
Pola
lingkaran merupakan pola interaksi yang menunjukkan adanya kebebasan dari
setiap anggota untuk berhubungan dengan pihak manapun dalam kelompoknya
(bersifat demokratis), baik secara vertikal maupun horizontal. Akan tetapi,
pola ini sulit dalam menentukan keputusan karena harus ditetapkan bersama. Pola
huruf X dan Y ditandai dengan terbatasnya hubungan antaranggota kelompok sebab
hubungan harus dilakukan melalui birokrasi yang kaku, tetapi mekanisme kelompok
mudah terkendali karena adanya pemimpin yang dapat menguasai dan mengatur
anggotanya walaupun dipaksakan.
Pola
garis lurus hampir sama dengan pola huruf X dan Y, yang di dalamnya hubungan
antaranggota tidak dilakukan secara langsung atau melalui titik sentral. Akan
tetapi, pihak yang akan menjadi mediator dalam hubungan tersebut, bergantung
pada individu-individu yang akan berhubungan seperti pada pola lingkaran.
Terbatasnya hubungan antaranggota pada pola ini bukan karena otoritas pemimpin,
melainkan keterbatasan wawasan setiap anggota dalam berhubungan karena adat
istiadat dalam masya rakat. Oleh karena itu, pola garis lurus biasanya
menyangkut aspek-aspek kehidupan yang khusus.
c.
Pola
Interaksi Kelompok dengan Kelompok
Hubungan
ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi
antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga
di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi,
dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam masyarakat yang saling berbaur walaupun
mereka berbeda agama, etnis atau ras; rapat antarfraksi di DPR yang membahas
tentang RUU.
Tahapan Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu
proses sosial. Dalam hal ini, terdapat tahapan yang bisa mendekatkan dan
tahapan yang bisa merenggangkan orang-orang yang saling berinteraksi. Tahap
yang mendekatkan diawali dari tahap memulai (initiating), menjajaki
(experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating), dan
mempertalikan (bonding).
Contohnya, pada saat Anda memulai masuk sekolah, kemudian menjajaki hubungan dengan orang lain melalui tegur sapa, saling berkenalan, dan bercerita. Hasil penjajakan ini dapat menjadi dasar untuk memutuskan apakah hubungan Anda akan ditingkatkan atau tidak dilanjutkan. Jika hubungan sudah semakin meningkat, biasanya muncul perasaan yang sama atau menyatu untuk kemudian menjalin tali persahabatan.
Contohnya, pada saat Anda memulai masuk sekolah, kemudian menjajaki hubungan dengan orang lain melalui tegur sapa, saling berkenalan, dan bercerita. Hasil penjajakan ini dapat menjadi dasar untuk memutuskan apakah hubungan Anda akan ditingkatkan atau tidak dilanjutkan. Jika hubungan sudah semakin meningkat, biasanya muncul perasaan yang sama atau menyatu untuk kemudian menjalin tali persahabatan.
Pada
tahap yang meregangkan, dimulai tahap membeda-bedakan (differentiating),
membatasi (circumscribing), menahan (stagnating), menghindari (avoiding), dan
memutuskan (terminating). Contohnya, di antara dua orang yang dahulunya selalu
bersama. Kemudian, mulai melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Oleh karena sering
tidak bersama lagi, pembicaraan di antara mereka pun mulai dibatasi. Dalam hal
ini, antarindividu mulai saling menahan sehingga tidak terjadi lagi komunikasi.
Hubungan lebih mengarah pada terjadinya konflik sehingga walaupun ada
komunikasi hanya dilakukan secara terpaksa.
B. PENGERTIAN KEFEKTIFAN
Menurut Effendy (1989)
efektivitas adalah;”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang
direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan
jumlah personil yang ditentukan”
Efektivitas menurut pengertian
di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah
pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah
direncanakan.
Efektivitas suatu organisasi
sering kali dikaitkan dengan keberhasilan organisasi tersebut untuk mencapai
sasarannya. Ternyata dalam organisasi terdapat sasaran resmi dan sasaran
sebenarnya. Sasaran resmi biasanya berbentuk formal dan sulit diukur sehingga
tidak mudah untuk dijadikan acuan dalam pengukuran efektivitas organisasi.
Sementara sasaran sebenarnya memang lebih terukur, tetapi biasanya tidak
dinyatakan secara resmi. Sasaran merupakan hal penting karena merupakan alasan
bagi eksistensi suatu organisasi, dan juga sebagai patokan dalam melaksanakan
proses manajemen.
Efisiensi adalah
perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya. Menurut definisi
ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan
tersebut. merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya
sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
James L. Gibson (1993),
memandang konsep keefektifan organisasi dari tiga perpektif, yaitu; 1)
keefektifan individu, 2) keefektifan kelompok, dan 3) keefektifan organisasi.
Keefektifan Individu
Pandangan
keefektifan individu menempati tingkat yang paling dasar dalam konteks
keefektifan organisasi, karena diasumsikan bila tiap anggota organisasi
melakukan tugas pekerjaannya dengan efektif, maka keefektifan organisasi secara
keseluruhan akan timbul. Pandangan dari segi individu menekankan kinerja
karyawan atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan
biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi.
Kinerja individu dinilai secara rutin lewat proses evaluasi hasil karya
yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lain yang
tersedia dalam organisasi. Penyebabnya ditentukan berbagai faktor, antara lain:
keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi, dan stres.
Keefektifan Kelompok
Orang di
dalam organisasi jarang bekerja sendirian melainkan bekerja sama dengan orang
lain (kelompok). Jadi, selain pandangan keefektifan individu, terdapat
pula pandangan keefektifan dari segi kelompok.Dalam
beberapa hal, keefektifan kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua
anggotanya. Misalnya, bagi kelompok ilmuawan mengerjakan proyek-proyek
individual, yang tidak saling berhubungan, maka besarnya keefektivan sama
dengan jumlah keefektifan dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain,
keefektifan kelompok adalah lebih besar dari jumlah kontribusi tiap-tiap
individu. Contoh semacam itu adalah lini perakitan yang menghasilkan
produk jadi sebagai hasil sumbangan khusus, tetapi kumulatif dari kontribusi
tiap-tiap individu. Penyebabnya antara lain: kekompakan, kepemimpinan,
struktur, status, peran dan norma.
Keefektifan
Organisasi
Organisasi terdiri dari
individu-individu dan kelompok-kelompok. Karena itu keefektifan organisasi
terdiri dari keefektifan individu dan kelompok. Namun demikian,
keefektifan organisasi adalah lebih banyak dari jumlah keefektifan
individu dan kelompok; lewat pengaruh sinergi (kerja sama), organisasi mampu
mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya daripada jumlah hasil
karya tiap-tiap bagiannya. Sebenarnya, alasan bagi organisasi sebagai
alat untuk melaksanakan pekerjaan masyarakat adalah bahwa organisasi itu dapat
melakukan pekerjaan yang lebih banyak daripada yang mungkin dilakukan oleh
individu. Faktor penyebabnya: lingkungan, teknologi, strategi, struktur,
proses dan budaya.
Ketiga pandangan keefektifan
organisasi tersebut di atas divisualisa-kan pada gambar X.1
Dari uraian di atas tampak
bahwa keefektifan merupakan konsep yang sangat komplek. Banyak dimensi yang
terkait di dalamnya.
Dalam organisasi modern
keefektifan lebih banyak dilihat dari sudut sistem. Sebagaimanan
telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, organisasi dapat dipandang sebagai
suatu sistem yang mekanisme kerjanya mencakup transformasi input menjadi out
put. Organisasi itu sendiri hidup ditengah-tengah sistem lain sehingga
dipengaruhi dan juga mempengaruhi sistem-sistem yang lain. Dengan kata lain
dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Konsekuensinya, keberhasilan
organisasi selain ditentukan oleh faktor intern ditentukan pula oleh faktor
lingkungan tersebut.
C.
KEKOMPAKAN
KELOMPOK
Dewi (2007) memberikan pengertian
kekompakan adalah bekerja sama secara teratur dan rapi, bersatu padu dalam
menghadapi suatu pekerjaan yang biasanya ditandai adanya saling ketergantungan.
Selanjutnya Mangkuprawira (2009) menyatakan bahwa Kekompakan (cohesiveness) adalah
tingkat solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap
kelompoknya.
Kekompakan kelompok bukanlah senjata
rahasia dalam pencarian untuk peningkatan kinerja kelompok atau tim. Caranya
agar berhasil adalah dengan menjaga agar ukuran kelompok-kelompok tugas tetap
kecil, menyakinkan standarstandar kinerja dan sasaran-sasaran harus jelas dan
dapat diterima, mencapai beberapa keberhasilan awal dan mengikuti
petunjuk-petunjuk praktis. Tim kerja yang dipilih sendiri di mana orang-orang mengangkat
teman satu timnya sendiri dan cara-cara sosial selepas kerja dapat merangsang
kekompakan sosio-emosional. Membantu perkembangan kekompakan sosio-emosional
perlu diseimbangkan dengan kekompakan tim.
Menurut
West (2002), “Ada 5 (lima) hal yang bisa menjadi bahan latihan kekompakan dalam
sebuah tim, yaitu:
- Komunikasi, meliputi kelancaran komunikasi, tepat dan akurat menyampaikan informasi, dan saling terbuka
- Respek satu sama lain, meliputi memahami kebutuhan dan mendengarkan pendapat pihak lain, memberikan feedback konstruktif, serta member apresiasi
- Kesiapan menerima tantangan, juga kegigihan dan ketekunan dalam bekerja
- Kerja sama, meliputi kemampuan memahami pentingnya komitmen, kepercayaan, penyelesaian masalah bersama, kejelasan tujuan, memberi dukungan dan motivasi, serta mengakui kesuksesan
- Kepemimpinan, baik memimpin orang lain, tim, maupun memimpin diri sendiri.
Hal terpenting adalah bahwa teamwork
harus dibangun atas dasar kekompakan yang utuh. Kekompakan ditandai dengan
kuatnya hubungan antar anggota tim yang saling merasakan adanya ketergantungan
dalam urutan tugas, ketergantungan hasil yang ingin dicapai dan komitmen yang
tinggi sebagai bagian dari sebuah tim (Dewi, 2007).
Kekompakan
kelompok menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok, hal ini
dapat berupa : loyalitas, rasa memiliki, rasa keterlibatan, dan keterikatan.
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu:
a) Kepemimpinan Kelompok: Kepemimpinan kelompok yang melindungi, menimbulkan rasa aman, dapat menetralisir setiap perbedaan
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu:
a) Kepemimpinan Kelompok: Kepemimpinan kelompok yang melindungi, menimbulkan rasa aman, dapat menetralisir setiap perbedaan
b)
Keanggotaan Kelompok: Anggota yang loyal dan tinggi rasa memiliki kelompok
c)Nilai Tujuan Kelompok: Makin tinggi apresiai anggota terhadap tujuan kelompok, kelompok semakin kompak
c)Nilai Tujuan Kelompok: Makin tinggi apresiai anggota terhadap tujuan kelompok, kelompok semakin kompak
d)
Homogenitas Anggota Kelompok: Setiap anggota tidak menonjolkan perbedaan
masing-masing, bahkan harus merasa sama, merasa satu
e)
Keterpaduan Kegiatan Kelompok: Keterpaduan anggota kelompok di dalam mencapai
tujuan sangatlah penting
f)
Jumlah Anggota Kelompok: bila jumlah anggota kelompok relatif kecil cenderung
lebih mudah kompak, dibandingkan dengan kelompok dengan jumlah anggota besar
Sedangkan faktor yang meningkatkan kekompakan kelompok adalah: kesepakatan anggota terhadap tujuan kelompok, tingkat keseringan berinteraksi, adanya keterikatan pribadi, persaingan antar kelompok, adanya evaluasi yang menyenangkan dan adanya perlakuan antar anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan mesin.
Sedangkan faktor yang meningkatkan kekompakan kelompok adalah: kesepakatan anggota terhadap tujuan kelompok, tingkat keseringan berinteraksi, adanya keterikatan pribadi, persaingan antar kelompok, adanya evaluasi yang menyenangkan dan adanya perlakuan antar anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan mesin.
D.
KETERGANTUNGAN
DALAM KELOMPOK
Teori
saling ketergantungan sosial dimulai pada tahun 1990-an, ketika salah satu
pendiri sekolah psikologi aliran Gestalt, Kurt Koffka, menyatakan bahwa
kelompok bersifat dinamik dimana saling ketergantungan antara anggotanya dapat
bervariasi. Salah seorang rekan Koffka, Kurt Lewin, memperbaiki ide Koffka di
tahun 1920 dan 1930-an, dan menyatakan bahwa:
1. inti dari kelompok adalah saling ketergantungan antara anggota yang akan membuat kelompok menjadi "kesatuan yang dinamik" sehingga perubahan pada anggota atau subkelompok akan merubah kelompok dan subkelompok yang lain,
1. inti dari kelompok adalah saling ketergantungan antara anggota yang akan membuat kelompok menjadi "kesatuan yang dinamik" sehingga perubahan pada anggota atau subkelompok akan merubah kelompok dan subkelompok yang lain,
2.
pernyataan intrinsik dalam setiap anggota akan memotivasi perubahan mencapai
tujuan yang diinginkan oleh kelompok.
Pada dasarnya Lewin dan Deutsch menyampaikan, saling ketergantungan sosial ada ketika seseorang bersama-sama mencapai tujuan bersama dan hasil setiap individu dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Saling ketergantungan sosial berbeda dengan ketergantungan sosial(misalnya, hasil tindakan seseorang yang dipengaruhi oleh tindakan orang kedua, tetapi bukan tindakan yang buruk) dan saling ketergantungan sosial (misalnya tindakan seseorang yang tidak dipengaruhi oleh tindakan yang lainnya, begitu juga sebaliknya). ada tiga cara di mana saling ketergantungan dapat disusun dalam suatu situasi, yaitu:
1. Saling ketergantungan yang positif (misalnya: kerja sama), Ketika sebuah situasi disusun sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang positif, setiap individu mempunyai keyakinan bahwa tujuan akan tercapai dan tujuan dari anggota yang lain dalam kelompok juga tercapai. Jadi, setiap individu mencari hasil yang menguntungkan bagi semuanya dengan siapa mereka bekerja sama.
2. Saling
ketergantungan yang negatif (misalnya: persaingan), Ketika sebuah situasi
disusun sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang negatif,
setiap individu berkeyakinan bahwa ketika seseorang telah mencapai tujuannya,
maka anggota lainnya yang bersaing akan gagal mencapai tujuannya. Jadi,
individu mencari manfaat pribadi, tetapi mengganggu yang lainnya.
3. Tidak
ada saling ketergantungan (misalnya: individualistik), Ketika situasi
disusun sehingga tidak terdapat korelasi antar pencapaian tujuan anggotanya.
Jadi, setiap individu mencari manfaat pribadi tanpa memperhatikan akibatnya
bagi orang lain.
Pemikiran
dasar teori saling ketergantungan sosial adalah jenis saling ketergantungan
yang disusun dalam situasi yang menentukan bagaimana individu berinteraksi satu
sama lain, dimana pada akhirnya menentukan hasil. Jadi, ketika tujuan individu
mempunyai saling ketergantungan yang positif, tindakannya akan mendorong
keberhasilan orang lain.
Dalam situasi kerja sama, tindakan peserta menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara positif tindakan efektif peserta lain, dan anggotanya lebih terbuka dalam memengaruhi satu sama lain. Ketika tujuan individu mempunyai saling ketergantungan yang negatif, tindakannya akan menghalangi kesuksesan orang lain. Dalam situasi persaingan tindakan peserta tidak akan menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara negatif tindakan efektif peserta lain, dan peserta menolak dipengaruhi oleh orang lain. Katika tujuan individu bersifat independen, maka tindakannya tidak akan memengaruhi kesuksesan atau kegagalan orang lain. Ketika tidak ada interaksi, terdapat sedikit penggantian, tanggapan emosiaonal, atau pengaruh. Hubungan antara jenis saling ketergantungan sosial dengan pola interaksi dapat diasumsikan dalam dua arah. Masing-masing dapat menyebabkan yang lainnya. Pada akhir abad sembilan belas, banyak diadakan penelitian tentang saling ketergantungan sosial. Penelitian ini berfokus pada pola interaksi yang terdapat dalam situasi kerja sama, persaingan, dan individualistik dan hasil yang didapat. Saling ketergantungan yang positif cenderung menghasilkan interaksi yang mendukung. Interaksi yang mendukung muncul ketika setiap individu saling mendorong dan memfasilitasi untuk mencapai tujuan kelompok.
Dalam situasi kerja sama, tindakan peserta menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara positif tindakan efektif peserta lain, dan anggotanya lebih terbuka dalam memengaruhi satu sama lain. Ketika tujuan individu mempunyai saling ketergantungan yang negatif, tindakannya akan menghalangi kesuksesan orang lain. Dalam situasi persaingan tindakan peserta tidak akan menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara negatif tindakan efektif peserta lain, dan peserta menolak dipengaruhi oleh orang lain. Katika tujuan individu bersifat independen, maka tindakannya tidak akan memengaruhi kesuksesan atau kegagalan orang lain. Ketika tidak ada interaksi, terdapat sedikit penggantian, tanggapan emosiaonal, atau pengaruh. Hubungan antara jenis saling ketergantungan sosial dengan pola interaksi dapat diasumsikan dalam dua arah. Masing-masing dapat menyebabkan yang lainnya. Pada akhir abad sembilan belas, banyak diadakan penelitian tentang saling ketergantungan sosial. Penelitian ini berfokus pada pola interaksi yang terdapat dalam situasi kerja sama, persaingan, dan individualistik dan hasil yang didapat. Saling ketergantungan yang positif cenderung menghasilkan interaksi yang mendukung. Interaksi yang mendukung muncul ketika setiap individu saling mendorong dan memfasilitasi untuk mencapai tujuan kelompok.
Ketergantungan
positif (positive interdependency)
Yang dimaksud dengan ketergantungan positif adalah suatu
keadaan dimana setiap orang dalam kelompok saling membutuhkan dan merasa bahwa
berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan merupakan hasil bersama dan tanggung
jawab bersama. Ketergantungan positif dapat dilihat dari persepsi positif
terhadap setiap anggota kelompok. Selain itu semua anggota selalu berusaha agar
keuntungan atau keberhasilan yang diperoleh dapat dinikmati oleh seluruh
anggota kelompok. Kelompok yang mempunyai ketergantungan positif yang tinggi
akan mempunyai keterikatan atau kohesi antar anggota yang tinggi pula.
Beberapa kondisi yang membantu pewujudan dari ketergantungan
positif ini antara lain adalah :
Adanya tujuan yang ingin dicapai bersama dan pencapaian tujuan ini benar-benar
membutuhkan kerjasama yang tinggi.
Adanya tujuan yang ingin dicapai bersama dan pencapaian tujuan ini benar-benar
membutuhkan kerjasama yang tinggi.
Adanya imbalan (reward) yang sama bagi setiap anggota
kelompok. Dalam hal ini semua mendapat perlakuan yang sama tanpa ada
pengecualian.
Adanya peran dan tanggung jawab yang komplimenter dan saling
berhubungan.
Adanya ketergantungan tugas, dimana pekerjaan satu kelompok baru dapat dikerjakan bila kelompok lain telah menyelesaikan bagiannya.
Adanya ketergantungan tugas, dimana pekerjaan satu kelompok baru dapat dikerjakan bila kelompok lain telah menyelesaikan bagiannya.
Adanya ketergantungan informasi, dimana setiap anggota
kelompok hanya mempunyai sebagian dari informasi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Contohnya, tim ahli dalam suatu proyek.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Interaksi merupakan hubungan
antarmanusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan
itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Hubungan
antara manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan
menghasilkan produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai
dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut.
Pandangan tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut
mempengaruhi perilaku sehari-hari.,
keefektifan kelompok adalah jumlah
kontribusi dari semua anggotanya. Kekompakan kelompok bukanlah senjata rahasia dalam
pencarian untuk peningkatan kinerja kelompok atau tim. Caranya agar berhasil
adalah dengan menjaga agar ukuran kelompok-kelompok tugas tetap kecil,
menyakinkan standarstandar kinerja dan sasaran-sasaran harus jelas dan dapat
diterima, mencapai beberapa keberhasilan awal dan mengikuti petunjuk-petunjuk
praktis. Tim kerja yang dipilih sendiri di mana orang-orang mengangkat teman
satu timnya sendiri dan cara-cara sosial selepas kerja dapat merangsang
kekompakan sosio-emosional. Membantu perkembangan kekompakan sosio-emosional
perlu diseimbangkan dengan kekompakan tim. Saling ketergantungan
yang positif (misalnya: kerja sama), Ketika sebuah situasi disusun
sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang positif, setiap
individu mempunyai keyakinan bahwa tujuan akan tercapai dan tujuan dari anggota
yang lain dalam kelompok juga tercapai. Jadi, setiap individu mencari hasil
yang menguntungkan bagi semuanya dengan siapa mereka bekerja sama.
B.
SARAN
Didalam
kelompok tentu memiliki suatu interaksi. Agar kelompok tersebut dapat berjalan
dengan baik hendaknya seseorang dalam kelompok berinteraksi dengan baik yang
memiliki rasa kekompakan agar dapat mewujudkan tujuan bersama. Didalam kelompok
haruslah memiliki rasa kekompakan antar individu karena dengan adanya
kekompakan kelompok tersebut dapat maju dan berkembang
DAFTAR PUSTAKA
Dewi (2007). Pengertian Kekompakan
Johnson, David W. &
Frank P. Johnson.(2012).Dinamika Kelompok:cetakan I.Jakarta Barat:indeks.
Lewin
dan Deutsch. Ketrgantungan Sosial.
Setiadi,Elly M. dan Kolip
Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan
sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada
Media Grup. 2011) h. 62
Setiadi,Elly M, dkk. Ilmu
sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007)
h. 90-91
Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama. 2008) h. 1088
West (2002). Latihan Kekompakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar