Bangtan Sonyeondan

Bangtan Sonyeondan

Selasa, 18 Oktober 2016

dinamika kelompok kelompok 2




PENGERTIAN POLAINTERAKSI, KEEFEKTIFAN, KEKOMPAKAN & KETERGANTUNGAN
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

ELIZABET NOVITA TARIGAN (1153371010)
IRA NATASYA TARIGAN (1153371013)
LISTER TUMANGGER (1141171012)
SANTI SITANGGANG(1153371021)


PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
20116


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Ada aksi dan ada reaksi. Pelakunya lebih dari satu. Individu vs individu. Individu vs kelompok. Kelompok vs kelompok dll. Contoh guru mengajar merupakan contoh interaksi sosial antara individu dengan kelompok. Interaksi sosial memerlukan syarat yaitu Kontak Sosial dan Komunikasi Sosial. Kontak sosial dapat berupa kontak primer dan kontak sekunder. Sedangkan komunikasi sosial dapat secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi sosial secara langsung apabila tanpa melalui perantara. Misalnya A dan B bercakap-cakap termasuk contoh Interaksi sosial secara langsung ini termasuk contoh interaksi sosial tidak langsung. Faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial meliputi imitasi, sugesti, identifikasi, indenifikasi, simpati dan empati Imitasi adalah interaksi sosial yang didasari oleh faktor meniru orang lain. Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, sususnan kelembagaan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

B.     TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan maklah tersebut adalah untuk :
1.      Mengetahui apa itupola interaksi dalam organisasi
2.      Mengetahui apa itu keefektifan
3.      Mengetahui apaitu kekompakan
4.      Mengetahui apaitu ketergantungan
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN POLA INTERAKSI

Interaksi merupakan hubungan antarmanusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Hubungan antara manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari

Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam bukunya, Sosial Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.” Menurut Gillin and Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang dengan kelompok.”

Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan antar inividu, kelompok, dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling mempengaruhi, merubah baik dari yang buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya.

Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah “gambar, corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”. Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan. Apabila kata tersebut dikaitkan dengan interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan.

Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh / model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain.

Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai pengajar memiliki peran penting utuk dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola interaksi dimana guru berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi penerima aksi melaui belajar dan mendengarkan. Namun, kerjasama dapat sangat membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan siswa.
Pola Interaksi Sosial
Interaksi sosial yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan.

Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencermin kan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.
b. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama, adanya per-saingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya.
c. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial.
d. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan amoral.
Klasifikasi interaksi sosial. Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu sebagai berikut.
a.                                    Pola Interaksi Individu dengan Individu
Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi.
Jarak sosial sangat dipengaruhi oleh status dan peranan sosial. Artinya, semakin besar perbedaan status sosial, semakin besar pula jarak sosialnya, dan sebaliknya. Anda mungkin pernah menyaksikan “si kaya” (bersifat superior) yang suka menjaga jarak dengan “si miskin” (bersifat inferior) dalam pergaulan sehari-hari karena adanya perbedaan status sosial di antara mereka. Apabila jarak sosial relatif besar, pola interaksi yang terjadi cenderung bersifat vertikal, sebaliknya apabila jarak sosialnya kecil (tidak tampak), hubungan sosialnya akan berlangsung secara horizontal.
Simpati seseorang didasari oleh adanya kesamaan perasaan dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap ini dapat pula diartikan sebagai perasaan kagum atau senang terhadap orang lain ketika salah satu pihak melakukan sebuah tindakan ataupun terjadi interaksi di antara keduanya. Adapun antipati muncul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap sesuatu sehingga menimbulkan perasaan yang berbeda dengan pihak lain.
Dua orang saudara bisa saja tidak saling mengenal akibat intensitas dan frekuensi interaksi di antara keduanya tidak ada atau jarang sekali terjadi. Akan tetapi, dua orang yang baru berkenalan bisa saja menjadi sahabat bahkan saudara karena intensitas dan frekuensi interaksinya yang sering.
Pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspekaspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang bertemu di jalan dan saling menyapa.
b.                                   Pola Interaksi Individu dengan Kelompok
Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dan individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dalam hal ini, setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tata cara yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama. Contohnya, hubungan antara ketua dengan anggotanya pada karang taruna tidak dikatakan sebagai hubungan antarindividu, tetapi hubungan antarindividu dengan kelompok sebab menggambarkan mekanisme kelompoknya.
Pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa bentuk ideal yang merupakan deskripsi atau gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat. Harold Leavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal, yaitu pola lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus.
Bentuk-Bentuk Pola Interaksi Sosial
Pola lingkaran merupakan pola interaksi yang menunjukkan adanya kebebasan dari setiap anggota untuk berhubungan dengan pihak manapun dalam kelompoknya (bersifat demokratis), baik secara vertikal maupun horizontal. Akan tetapi, pola ini sulit dalam menentukan keputusan karena harus ditetapkan bersama. Pola huruf X dan Y ditandai dengan terbatasnya hubungan antaranggota kelompok sebab hubungan harus dilakukan melalui birokrasi yang kaku, tetapi mekanisme kelompok mudah terkendali karena adanya pemimpin yang dapat menguasai dan mengatur anggotanya walaupun dipaksakan.
Pola garis lurus hampir sama dengan pola huruf X dan Y, yang di dalamnya hubungan antaranggota tidak dilakukan secara langsung atau melalui titik sentral. Akan tetapi, pihak yang akan menjadi mediator dalam hubungan tersebut, bergantung pada individu-individu yang akan berhubungan seperti pada pola lingkaran. Terbatasnya hubungan antaranggota pada pola ini bukan karena otoritas pemimpin, melainkan keterbatasan wawasan setiap anggota dalam berhubungan karena adat istiadat dalam masya rakat. Oleh karena itu, pola garis lurus biasanya menyangkut aspek-aspek kehidupan yang khusus.
c.                                    Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok
Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam masyarakat yang saling berbaur walaupun mereka berbeda agama, etnis atau ras; rapat antarfraksi di DPR yang membahas tentang RUU.
Tahapan Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu proses sosial. Dalam hal ini, terdapat tahapan yang bisa mendekatkan dan tahapan yang bisa merenggangkan orang-orang yang saling berinteraksi. Tahap yang mendekatkan diawali dari tahap memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating), dan mempertalikan (bonding).
Contohnya, pada saat Anda memulai masuk sekolah, kemudian menjajaki hubungan dengan orang lain melalui tegur sapa, saling berkenalan, dan bercerita. Hasil penjajakan ini dapat menjadi dasar untuk memutuskan apakah hubungan Anda akan ditingkatkan atau tidak dilanjutkan. Jika hubungan sudah semakin meningkat, biasanya muncul perasaan yang sama atau menyatu untuk kemudian menjalin tali persahabatan.
Pada tahap yang meregangkan, dimulai tahap membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), menahan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Contohnya, di antara dua orang yang dahulunya selalu bersama. Kemudian, mulai melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Oleh karena sering tidak bersama lagi, pembicaraan di antara mereka pun mulai dibatasi. Dalam hal ini, antarindividu mulai saling menahan sehingga tidak terjadi lagi komunikasi. Hubungan lebih mengarah pada terjadinya konflik sehingga walaupun ada komunikasi hanya dilakukan secara terpaksa.

B. PENGERTIAN KEFEKTIFAN
Menurut Effendy (1989) efektivitas adalah;”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan”
Efektivitas menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator  efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Efektivitas suatu organisasi sering kali dikaitkan dengan keberhasilan organisasi tersebut untuk mencapai sasarannya. Ternyata dalam organisasi terdapat sasaran resmi dan sasaran sebenarnya. Sasaran resmi biasanya berbentuk formal dan sulit diukur sehingga tidak mudah untuk dijadikan acuan dalam pengukuran efektivitas organisasi. Sementara sasaran sebenarnya memang lebih terukur, tetapi biasanya tidak dinyatakan secara resmi. Sasaran merupakan hal penting karena merupakan alasan bagi eksistensi suatu organisasi, dan juga sebagai patokan dalam melaksanakan proses manajemen.
 Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya. Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut. merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
 James L. Gibson (1993), memandang konsep keefektifan organisasi dari tiga perpektif, yaitu; 1) keefektifan individu, 2) keefektifan kelompok, dan 3) keefektifan organisasi.

Keefektifan Individu
 Pandangan keefektifan individu menempati tingkat yang paling dasar dalam konteks keefektifan organisasi, karena diasumsikan bila tiap anggota organisasi melakukan tugas pekerjaannya dengan efektif, maka keefektifan organisasi secara keseluruhan akan timbul. Pandangan dari segi individu menekankan kinerja karyawan atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi. Kinerja individu dinilai secara rutin lewat proses evaluasi hasil karya yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lain yang tersedia dalam organisasi. Penyebabnya ditentukan berbagai faktor, antara lain: keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi, dan stres.
Keefektifan Kelompok
 Orang di dalam organisasi jarang bekerja sendirian melainkan bekerja sama dengan orang lain (kelompok). Jadi, selain pandangan keefektifan individu, terdapat pula  pandangan keefektifan dari segi kelompok.Dalam beberapa hal, keefektifan kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Misalnya, bagi kelompok ilmuawan mengerjakan proyek-proyek individual, yang tidak saling berhubungan, maka besarnya keefektivan sama dengan jumlah keefektifan dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain, keefektifan kelompok adalah lebih besar dari jumlah kontribusi tiap-tiap individu. Contoh semacam itu adalah lini perakitan yang menghasilkan produk jadi sebagai hasil sumbangan khusus, tetapi kumulatif dari kontribusi tiap-tiap individu. Penyebabnya antara lain: kekompakan, kepemimpinan, struktur, status, peran dan norma.
 Keefektifan Organisasi
Organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok. Karena itu keefektifan organisasi terdiri dari keefektifan individu dan kelompok. Namun demikian, keefektifan  organisasi adalah lebih banyak dari jumlah keefektifan individu dan kelompok; lewat pengaruh sinergi (kerja sama), organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya. Sebenarnya, alasan bagi organisasi sebagai alat untuk melaksanakan pekerjaan masyarakat adalah bahwa organisasi itu dapat melakukan pekerjaan yang lebih banyak daripada yang mungkin dilakukan oleh individu. Faktor penyebabnya: lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses dan budaya.
Ketiga pandangan keefektifan organisasi tersebut di atas divisualisa-kan  pada gambar X.1
Dari  uraian di atas tampak bahwa keefektifan merupakan konsep yang sangat komplek. Banyak dimensi yang terkait di dalamnya.
Dalam organisasi modern keefektifan lebih banyak dilihat dari sudut sistem. Sebagaimanan telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mekanisme kerjanya mencakup transformasi input menjadi out put. Organisasi itu sendiri hidup ditengah-tengah sistem lain sehingga dipengaruhi dan juga mempengaruhi sistem-sistem yang lain. Dengan kata lain dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Konsekuensinya, keberhasilan organisasi selain ditentukan oleh faktor intern ditentukan pula oleh faktor lingkungan tersebut.

C.    KEKOMPAKAN KELOMPOK
Dewi (2007) memberikan pengertian kekompakan adalah bekerja sama secara teratur dan rapi, bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjaan yang biasanya ditandai adanya saling ketergantungan. Selanjutnya Mangkuprawira (2009) menyatakan bahwa Kekompakan (cohesiveness) adalah tingkat solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang terhadap kelompoknya.
Kekompakan kelompok bukanlah senjata rahasia dalam pencarian untuk peningkatan kinerja kelompok atau tim. Caranya agar berhasil adalah dengan menjaga agar ukuran kelompok-kelompok tugas tetap kecil, menyakinkan standarstandar kinerja dan sasaran-sasaran harus jelas dan dapat diterima, mencapai beberapa keberhasilan awal dan mengikuti petunjuk-petunjuk praktis. Tim kerja yang dipilih sendiri di mana orang-orang mengangkat teman satu timnya sendiri dan cara-cara sosial selepas kerja dapat merangsang kekompakan sosio-emosional. Membantu perkembangan kekompakan sosio-emosional perlu diseimbangkan dengan kekompakan tim.
Menurut West (2002), “Ada 5 (lima) hal yang bisa menjadi bahan latihan kekompakan dalam sebuah tim, yaitu:
  1. Komunikasi, meliputi kelancaran komunikasi, tepat dan akurat menyampaikan informasi, dan saling terbuka 
  2. Respek satu sama lain, meliputi memahami kebutuhan dan mendengarkan pendapat pihak lain, memberikan feedback konstruktif, serta member apresiasi 
  3. Kesiapan menerima tantangan, juga kegigihan dan ketekunan dalam bekerja 
  4. Kerja sama, meliputi kemampuan memahami pentingnya komitmen, kepercayaan, penyelesaian masalah bersama, kejelasan tujuan, memberi dukungan dan motivasi, serta mengakui kesuksesan 
  5. Kepemimpinan, baik memimpin orang lain, tim, maupun memimpin diri sendiri.
Hal terpenting adalah bahwa teamwork harus dibangun atas dasar kekompakan yang utuh. Kekompakan ditandai dengan kuatnya hubungan antar anggota tim yang saling merasakan adanya ketergantungan dalam urutan tugas, ketergantungan hasil yang ingin dicapai dan komitmen yang tinggi sebagai bagian dari sebuah tim (Dewi, 2007).
Kekompakan kelompok menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok, hal ini dapat berupa : loyalitas, rasa memiliki, rasa keterlibatan, dan keterikatan.
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu:
a) Kepemimpinan Kelompok: Kepemimpinan kelompok yang melindungi, menimbulkan rasa aman, dapat menetralisir setiap perbedaan
b) Keanggotaan Kelompok: Anggota yang loyal dan tinggi rasa memiliki kelompok
c)Nilai Tujuan Kelompok: Makin tinggi apresiai anggota terhadap tujuan kelompok, kelompok semakin kompak
d) Homogenitas Anggota Kelompok: Setiap anggota tidak menonjolkan perbedaan masing-masing, bahkan harus merasa sama, merasa satu
e) Keterpaduan Kegiatan Kelompok: Keterpaduan anggota kelompok di dalam mencapai tujuan sangatlah penting
f) Jumlah Anggota Kelompok: bila jumlah anggota kelompok relatif kecil cenderung lebih mudah kompak, dibandingkan dengan kelompok dengan jumlah anggota besar
Sedangkan faktor yang meningkatkan kekompakan kelompok adalah: kesepakatan anggota terhadap tujuan kelompok, tingkat keseringan berinteraksi, adanya keterikatan pribadi, persaingan antar kelompok, adanya evaluasi yang menyenangkan dan adanya perlakuan antar anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan mesin.

D.    KETERGANTUNGAN DALAM KELOMPOK
Teori saling ketergantungan sosial dimulai pada tahun 1990-an, ketika salah satu pendiri sekolah psikologi aliran Gestalt, Kurt Koffka, menyatakan bahwa kelompok bersifat dinamik dimana saling ketergantungan antara anggotanya dapat bervariasi. Salah seorang rekan Koffka, Kurt Lewin, memperbaiki ide Koffka di tahun 1920 dan 1930-an, dan menyatakan bahwa:
1. inti dari kelompok adalah saling ketergantungan antara anggota yang akan membuat kelompok menjadi "kesatuan yang dinamik" sehingga perubahan pada anggota atau subkelompok akan merubah kelompok dan subkelompok yang lain,
2. pernyataan intrinsik dalam setiap anggota akan memotivasi perubahan mencapai tujuan yang diinginkan oleh kelompok.

Pada dasarnya Lewin dan Deutsch menyampaikan, saling ketergantungan sosial ada ketika seseorang bersama-sama mencapai tujuan bersama dan hasil setiap individu dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Saling ketergantungan sosial berbeda dengan ketergantungan sosial(misalnya, hasil tindakan seseorang yang dipengaruhi oleh tindakan orang kedua, tetapi bukan tindakan yang buruk) dan saling ketergantungan sosial (misalnya tindakan seseorang yang tidak dipengaruhi oleh tindakan yang lainnya, begitu juga sebaliknya). ada tiga cara di mana saling ketergantungan dapat disusun dalam suatu situasi, yaitu:
1. Saling ketergantungan yang positif (misalnya: kerja sama), Ketika sebuah situasi disusun sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang positif, setiap individu mempunyai keyakinan bahwa tujuan akan tercapai dan tujuan dari anggota yang lain dalam kelompok juga tercapai. Jadi, setiap individu mencari hasil yang menguntungkan bagi semuanya dengan siapa mereka bekerja sama.
2. Saling ketergantungan yang negatif (misalnya: persaingan), Ketika sebuah situasi disusun sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang negatif, setiap individu berkeyakinan bahwa ketika seseorang telah mencapai tujuannya, maka anggota lainnya yang bersaing akan gagal mencapai tujuannya. Jadi, individu mencari manfaat pribadi, tetapi mengganggu yang lainnya.
3. Tidak ada saling ketergantungan (misalnya: individualistik), Ketika situasi disusun sehingga tidak terdapat korelasi antar pencapaian tujuan anggotanya. Jadi, setiap individu mencari manfaat pribadi tanpa memperhatikan akibatnya bagi orang lain.
Pemikiran dasar teori saling ketergantungan sosial adalah jenis saling ketergantungan yang disusun dalam situasi yang menentukan bagaimana individu berinteraksi satu sama lain, dimana pada akhirnya menentukan hasil. Jadi, ketika tujuan individu mempunyai saling ketergantungan yang positif, tindakannya akan mendorong keberhasilan orang lain.
Dalam situasi kerja sama, tindakan peserta menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara positif tindakan efektif peserta lain, dan anggotanya lebih terbuka dalam memengaruhi satu sama lain. Ketika tujuan individu mempunyai saling ketergantungan yang negatif, tindakannya akan menghalangi kesuksesan orang lain. Dalam situasi persaingan tindakan peserta tidak akan menggantikan satu sama lain, peserta menanggapi secara negatif tindakan efektif peserta lain, dan peserta menolak dipengaruhi oleh orang lain. Katika tujuan individu bersifat independen, maka tindakannya tidak akan memengaruhi kesuksesan atau kegagalan orang lain. Ketika tidak ada interaksi, terdapat sedikit penggantian, tanggapan emosiaonal, atau pengaruh. Hubungan antara jenis saling ketergantungan sosial dengan pola interaksi dapat diasumsikan dalam dua arah. Masing-masing dapat menyebabkan yang lainnya. Pada akhir abad sembilan belas, banyak diadakan penelitian tentang saling ketergantungan sosial. Penelitian ini berfokus pada pola interaksi yang terdapat dalam situasi kerja sama, persaingan, dan individualistik dan hasil yang didapat. Saling ketergantungan yang positif cenderung menghasilkan interaksi yang mendukung. Interaksi yang mendukung muncul ketika setiap individu saling mendorong dan memfasilitasi untuk mencapai tujuan kelompok.
Ketergantungan positif (positive interdependency) 
Yang dimaksud dengan ketergantungan positif adalah suatu keadaan dimana setiap orang dalam kelompok saling membutuhkan dan merasa bahwa berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan merupakan hasil bersama dan tanggung jawab bersama. Ketergantungan positif dapat dilihat dari persepsi positif terhadap setiap anggota kelompok. Selain itu semua anggota selalu berusaha agar keuntungan atau keberhasilan yang diperoleh dapat dinikmati oleh seluruh anggota kelompok. Kelompok yang mempunyai ketergantungan positif yang tinggi akan mempunyai keterikatan atau kohesi antar anggota yang tinggi pula.
Beberapa kondisi yang membantu pewujudan dari ketergantungan positif ini antara lain adalah :
Adanya tujuan yang ingin dicapai bersama dan pencapaian tujuan ini benar-benar

membutuhkan kerjasama yang tinggi.
Adanya imbalan (reward) yang sama bagi setiap anggota kelompok. Dalam hal ini semua mendapat perlakuan yang sama tanpa ada pengecualian.
Adanya peran dan tanggung jawab yang komplimenter dan saling berhubungan.
Adanya ketergantungan tugas, dimana pekerjaan satu kelompok baru dapat dikerjakan bila kelompok lain telah menyelesaikan bagiannya.
Adanya ketergantungan informasi, dimana setiap anggota kelompok hanya mempunyai sebagian dari informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Contohnya, tim ahli dalam suatu proyek.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Interaksi merupakan hubungan antarmanusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Hubungan antara manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari., keefektifan kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Kekompakan kelompok bukanlah senjata rahasia dalam pencarian untuk peningkatan kinerja kelompok atau tim. Caranya agar berhasil adalah dengan menjaga agar ukuran kelompok-kelompok tugas tetap kecil, menyakinkan standarstandar kinerja dan sasaran-sasaran harus jelas dan dapat diterima, mencapai beberapa keberhasilan awal dan mengikuti petunjuk-petunjuk praktis. Tim kerja yang dipilih sendiri di mana orang-orang mengangkat teman satu timnya sendiri dan cara-cara sosial selepas kerja dapat merangsang kekompakan sosio-emosional. Membantu perkembangan kekompakan sosio-emosional perlu diseimbangkan dengan kekompakan tim. Saling ketergantungan yang positif (misalnya: kerja sama), Ketika sebuah situasi disusun sehingga tercapainya tujuan individu mempunyai korelasi yang positif, setiap individu mempunyai keyakinan bahwa tujuan akan tercapai dan tujuan dari anggota yang lain dalam kelompok juga tercapai. Jadi, setiap individu mencari hasil yang menguntungkan bagi semuanya dengan siapa mereka bekerja sama.

B.     SARAN
Didalam kelompok tentu memiliki suatu interaksi. Agar kelompok tersebut dapat berjalan dengan baik hendaknya seseorang dalam kelompok berinteraksi dengan baik yang memiliki rasa kekompakan agar dapat mewujudkan tujuan bersama. Didalam kelompok haruslah memiliki rasa kekompakan antar individu karena dengan adanya kekompakan kelompok tersebut dapat maju dan berkembang
DAFTAR PUSTAKA
Dewi (2007). Pengertian Kekompakan

Johnson, David W. & Frank P. Johnson.(2012).Dinamika Kelompok:cetakan I.Jakarta Barat:indeks.
Lewin dan Deutsch. Ketrgantungan Sosial.
Setiadi,Elly M. dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2011) h. 62

Setiadi,Elly M, dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007) h. 90-91
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2008) h. 1088

West (2002). Latihan Kekompakan




BTS - Jimin  - Park Ji Min