ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
DASAR
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
DAN MAKHLUK SOSIAL
OLEH
:
AYU AGUSTIRA
IRA
NATASYA TARIGAN
SEPTIAN ANUGRAH
TERTIANA SIMARMATA
YOLA MAYTRIA
⇪↥↥↕⇧
REG/EKS A PLS 2015
PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan
kehadirat TUHAN YME, yang atas rahmat Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Manusia Sebagai Individu Dan Makhluk Sosial”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada rekan
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Medan,
Februari 2018
(Kelompok 3)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
Bab I : Pendahuluan......................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................................. 1
B.
Tujuan Penulisan ............................................................................................... 1
Bab II : Pembahasaan....................................................................................................... 2
A.
Manusia sebagai makhluk individu ............................................................... 2
B.
Manusia sebagai makhluk sosial ...................................................................... 3
C.
Interaksi sosial dan sosialisasi ......................................................................... 4
D.
Pengembangan manusia sebagai makhluk individu dan sosial........................ 8
Bab III : Penutup............................................................................................................... 10
A.
Kesimpulan
....................................................................................................... 10
Daftar Pustaka................................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seperti yang kita telah ketahui
bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari
makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia dibanding
makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih
tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat
memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME. Kesempurnaan yang
dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah dimuka bumi ini.
B. Tujuan
Tujuan dan
maksud dari penulisan mengenai posisi manusia diantara makhluk lainnya adalah
agar kita dapat memahami lagi arti penting kedudukan manusia di muka bumi ini
sebagai pemimpin dari makhluk lainnya. Karena dengan kelebihannya itulah yang
menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya. Penulisan ini juga bertujuan
untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar ( ISBD ).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan
devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak,
sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau
satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang
berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk
menyatakan suatu kesatuan.Individualitas manusia tampak pada keinginan untuk
selalu tumbuh berkembang sebagai sosok pribadi yang khas atau berbeda dengan
lain.
Manusia sebagai makhluk individu
memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa.
Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut
menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka
seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani
dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan
jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan
ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak
manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu
adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah
faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa
individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau
karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan
karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip).
Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang
khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan
sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi
sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman,
dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari
seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki
kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan
faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Dalam perkembangannya setiap
individu mengalami dan di bebankan berbagai peranan, yang berasal dari kondisi
kebersamaan hidup dengan sesama manusia. Seringkali pula terdapat konflik dalam
diri individu, karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan
peranan yang dituntut masyarakatnya. Namun setiap warga masyarakat yang namanya
individu wajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya sebagai bagian dari perilaku
sosial masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau memerankan diri
sebagai individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya memberikan konotasi
“maang” dalam arti sosial. Artinya individu tersebut telah dapat menemukan
kepribadiannya atau dengan kata lain proses aktualisasi dirinya sebagai bagian
dari lingkungannya telah terbentuk.
Manusia sebagai individu selalu
berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk
menjadi pribadi. Proses dari indvidu untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung
dan dihambat oleh dirinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok
sekitarnya.
B. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut
kodratnya, Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina
sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu
dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan
dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga
tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah
manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan
dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa
berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaannya.
Dapat
disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa
alasan, yaitu :
- Karena manusia tunduk pada
aturan yang berlaku.
- Perilaku manusia mengaharapkan
suatu penilain dari orang lain.
- Manusia memiliki kebutuhan
untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Potensi manusia akan berkembang
bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Ciri manusia
dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi
sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah
dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya.
Secara garis
besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari
tiga hal yakni :
- Tekanan emosional. Ini sangat
mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
- Harga diri yang rendah. Ketika
kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan
memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain kondisi
tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain
atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
- Isolasi sosial. Orang yang
terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau
sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.
C.
Interaksi Sosial dan Sosialisasi
1. Interaksi
Sosial
Kata
interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan
masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling
pengaruh mempengaruhi dala pikiran dan tindakannya. Seperti kita ketahui, bahwa
manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan
yang lain. Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi
dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling
berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu
merupakan bentuk- bentuk dari interaksi sosial.Interaksi sosial terjadi dengan
didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Imitasi
adalah suatu proses peniruan atau meniru.
2. Sugesti
adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan
atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu.
Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari
dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa
adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi
sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu
mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan
pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
3. Identifikasi
dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan oran lain,
baik secara lahiriah maupun batiniah.
4.
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu
terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
2. Bentuk-bentuk
Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat
berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan
(conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi
sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan
kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama
yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk
akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan
pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam pross sosial
yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
- Proses Asosiatif, terbagi dalam
tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
- Proses Disosiatif, mencakup
persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.
3.
Urbanisasi Dan Urbanisme
a.
Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu
kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di
daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu
penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni
migrasi penduduk dan mobilitas penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan
penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota,
sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat
sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk
hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan
pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi,
terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa
dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang
untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor
penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya
dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari
Faktor
penarik
1.
Kehidupan kota yang lebih modern
2.
Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
3.
Banyak lapangan pekerjaan di kota
4.
Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan
berkualitas
Faktor
pendorong
1.
Lahan pertanian semakin sempit
2.
Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3.
Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di
desa
4.
Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5.
Diusir dari desa asal
6.
Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Keuntungan
urbanisasi
1.
Memoderenisasikan warga desa
2.
Menambah pengetahuan warga desa
3.
Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
4.
Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
b.
Urbanisme
Urbanisme
membedakan daerah perkotaan dari daerah perdesaan dengan kepadatan penduduk
lebih tinggi. Mereka mempertahankan bahwa perbedaan dalam tatanan sosial dan
politik antara daerah perdesaan dan perkotaan, dan bersikeras bahwa tidak ada
gunanya dalam studi khusus perkotaan, tetapi perdebatan ini telah diselesaikan
sebagian besar mendukung studi perkotaan, dan sekarang diterima secara luas
bahwa kota perlu dipelajari secara terpisah dari negara itu. Setelah menetapkan
bahwa kota benar-benar berbeda dari daerah pedesaan, para sarjana telah mempelajari
kota-kota sesuai dengan tiga perspektif yang berbeda: perspektif internalist,
yang tampak pada tata ruang dan sosial di dalam kota ; perspektif
externalist, yang melihat kota sebagai titik stabil atau node dalam globalisasi
yang lebih luas ruang jaringan dan arus, dan perspektif interstisial, yang
mencoba untuk mendamaikan dua perspektif melalui pemahaman bagaimana sosial,
temporal dan penataan ruang kota dipengaruhi oleh global, kekuatan eksternal,
dan bagaimana hal itu mempengaruhi mereka pada gilirannya. Sebagai contoh, di
Kota Biasa (1997), Amin dan Graham berpendapat bahwa urbanscape yang terbaik
dapat dipahami sebagai situs co-kehadiran beberapa ruang, beberapa kali dan web
beberapa hubungan, mengikat situs lokal, subyek dan fragmen ke globalisasi
jaringan perubahan ekonomi, sosial dan budaya.
“Urbanisme”
dalam arti lebih luas juga akan mencakup studi tentang interaksi antara kota
dan pedalaman pedesaan. Tidak ada kota bisa eksis tanpa pedalaman untuk memasok
itu, tetapi, karena teknologi komunikasi, pedalaman ini mungkin kurang mudah
untuk mengidentifikasi dari itu di pra-industri, masyarakat agraris, dan
selanjutnya konsepsi tentang bagaimana pedalaman tersebut berhubungan dengan
kota mungkin perubahan sepanjang sejarah. Di Kekaisaran Romawi dan Yunani
kuno), misalnya, municipium dan polis dianggap terdiri dari kedua pusat “kota”
dan pedalaman, dengan mana mereka membentuk satu kesatuan sosial, politik dan
ekonomi terpadu.
D.
Pegembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial
1.
Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai
makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran
pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri
tersebut meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect,
self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan
pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi
dasar bagi self-realisation.
Sebagai
makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan
tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens
memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku
bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan
potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan
manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan
atau bahakan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam
menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan
seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara
optimal.
Sebagai makhluk individu manusia
mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai dengan pendidikan.
Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi
yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan
ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya
sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.
2. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk
Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak
hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan
sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin
berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang
interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup
sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup
dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan
positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak
manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu.
Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan
bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti
saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri. Tidak
hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan
emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan
emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying,
harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional
tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi
dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi,
manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan
mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia.
Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena
pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia
dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh
hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa
pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai
makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi
kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan
rohani.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia
adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu, ia mempunyai
kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dari apa yang
diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang dapat mengetahui pribadi seseorang.
Sebagai makhluk idividu, manusia ingin hidup senang dan bahagia, dan menghindar
dari segala yang menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat membawa
kesenangan dan kebahagiaan kepada dirinya.
Akibat dari
hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti hak milik atas sesuatu
benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati kesenangan dan lain-lainnya. Hak itu
tidak boleh diganggu oleh orang lain. Akibatnya, orangpun merasa bahwa dialah
yang berkuasa atas haknya itu dan menyadari pula bahwa ia mempunyai rasa aku.
Kesadaran ini mendorongnya untuk bertindak sendiri, terlepas dari pengaruh
orang lain.
Hidup
sebagai makhluk individu semata-mata tidak mungkin tanpa juga sebagai makhluk
sosial. Manusia hanya dapat dengan sebaik-baiknya dan manusia hanya akan
mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya di dalam
masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa
berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia lainnya. Hanya dalam hidup
bersama manusia dapat berkembang dengan wajar dan sempurna. Hal ini ternyata
bahwa sejak lahir sampai meninggal, manusia memerlukan bantuan orang lain untuk
kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan
jasmani, tetapi juga untuk kebutuhan rohani.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, R. dan Setiadi, E.M. (2010).
Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: UPI Press.
Hartomo dan Anircun Aziz. Ilmu Sosial Dasar (Jakarta;
Bumi Sksara. 1997) hal 61
Sadulloh, U. (2003). Pengantar Filsafal Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Soekanto,Soerjono dan Budi Sulistyowati.2003.Sosiologi
Suatu Pengantar Edisi Revisi.PT Rajagrafindo Persada:Jakarta.
Yaqin. M. Ainul. 2007. Pendidikan
Multikultural. Yogyakarta: Pilar Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar