Bangtan Sonyeondan

Bangtan Sonyeondan

Rabu, 30 Juni 2021

CRITICAL BOOK REPORT MATA KULIAH PEKERJAAN SOSIAL

 

CRITICAL BOOK REPORT

 




 

DISUSUN OLEH         :

 

Nama                              : Ira Natasya Tarigan

Nim                                 :1153371013

Kelas                              : Ekstensi A 2015

Mata kuliah                   : Pekerjaan Sosial

 

 

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar belakang

Sebenarnya penulis sudah lama bermaksud untuk menyusun buku ini, namun kesempatan belum mengizinkan sehingga baru sekaranglah cita-cita tadi dapat terwujud ada dua hal yang menyebabkan terdorongnya penyusu untuk menyiapkan buku ini adalah kebutuhan yang mendesak dari mahasiswa akan literatur mengenai materi ini yang sangat kurang sekali khusus nya yang berhubungan dengan pekerjaan sosial. Bahwa Pekerjaan sosial adalah kegiatan pemberian bantuan yang bertitik tolak pada kepentingan dan potensi klien serta lingkungannya.Perkembangan pekerjaa sosial menjadi suatu profesi, sebagai bantuan dan pertolongan. Lalu pekerjaan sosial itu mula-mula tumbuh dan berkembang dari crita-cerita kuno yang menggambarkan kebijaksanaan. Pekerjaan sosial adalah kegiatan pemberian bantuan yang bertitik tolak pada kepentingan dan potensi klien serta lingkungannya

2.      Tujuan

Untuk mengetahui segala pembahasan materi mengenai Pekerjaan Sosial padakedua buku ini mulai dari pengertian hingga proses Pekerjaan Sosial dan siapa yang dimaksud sebagai Pekerja Sosial, serta mencari kelebihan dan kekurangan dari kedua buku yang saya kritik.

3.      Manfaat

Agar mahasiswa mampu dan bisa mengusai materi segala hal yang ada didalam pembahasan buku ini serta dapat mengaplikasikannya didalamdalam kehidupan sosial khususnya didalam dunia kerja yang ia masuki maupun dalami.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

ISI

A.    Identitas Buku

Identitas Buku 1

Judul buku      : Pengantar  Pekerjaan  Sosial   

Penulis             : BUDHI  WIBHAWA  SANTOSO  T RAHARJO  MEILANY  BUDIARTI S

Penerbit           : Mutiara Sumber Widya

Tahun terbit     : 2015

Kota terbit       : Bandung

Isi  buku          : 10 BAB dan 184 halaman

 

Identitas Buku 2

Judul                           : Rehabilitasi Dan Pekerjaan Sosial

Penulis                         : Hariyanto

Penerbit                       : Yogyakarta, UNY PRESS

Tahun Terbit                : 2009

Jumlah Halaman          : 193 halaman

 

 

 

 

 

 

RINGKASAN BUKU

BUKU 1:

 BAB  I

MASALAH  KEWIRAUSAHAAN  SOSIAL

 

 MASALAH SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL

Kita ketahui Masyarakat  adalah  konsep  abstrak,  wujud  nyatanya  adalah manusia  dan perilakunya. Manusialah  yang  menciptakan masyarakat  dengan nalurinya sebagai makhluk sosial; maka manusia  pulalah  yang  membuat  perubahan-perubahan  terhadap  masyarakat  melalui  hasratnya .Untuk   mendapatkan  kehidupan  yang lebih baik, setidaknya menurut  keinginan manusia itu sendiri. Dalam  beberapa  peristiwa  di  dalam  sejarah dunia dan sejarah manusia tercatat orang-orang  besar  yang  karena kelebihan kapasitasnya mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. 

Sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, masyarakat Indonesia  bersentuhan dengan berbagai masyarakat  luar; dan  hasil  sentuhan  itu kemudian diterima dengan nilai budayanya sendiri. Namun demikian, dalam sebuah proses difusi kebudayaan berlaku dalil (Parsudi Suparlan, 1982:113): ”Dalam  proses  difusi antara dua masyarakat  yang  berdekatan, maka bila yang satu lebih sederhana  kebudayaannya  daripada  yang  satunya  lagi, masyarakat  yang  kebudayaannya  lebih sederhanalah  yang  lebih  banyak  menerima  kebudayaan  dari  masyarakat  yang  lebih  maju  atau kompleks; dan  bukan  sebaliknya”.  Pembahasan  tentang  isu-isu  dan  masalah  sosial  di  Indonesia, tidak  dapat  dilepaskan  dengan kondisi kehidupan masyarakatnya.

 Bahwa  masyarakat  Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya atau dikenal dengan masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi  ini  di satu  sisi  merupakan  potensi  dan  sumber  daya  serta  kekayaan  sosial budaya  masyarakat  Indonesia. Namun  di sisi  lain, kondisi  ini  juga  merupakan  faktor   yang  dapat memicu  dan  memacu  terganggunya ketahanan sosial masyarakat karena rawan terjadi konflik sosial horizontal maupun vertikal. Terjadinya konflik sosial di beberapa wilayah di Indonesia, seperti yang dikenal dengan kasus Sambas, Sampit, Poso, Ambon dan Papua, merupakan bukti dari sisi negatif kesukubangsaan Indonesia yang bercorak multikultur. Hal ini terjadi disebabkan oleh belum dihayatinya kehidupan multikultur ini oleh segenap elemen masyarakat. Kondisi multikultur yang masih menimbulkan rawan konflik sosial ini, kemudian ditambah dengan terjadinya transformasi sosial budaya yang berlangsung sangat cepat dewasa ini.

Disadari ataupun tidak, transformasi sosial budaya ini membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi sebagian kehidupan individu, keluarga maupun masyarakat Indonesia. Konsumerisme, hedonisme, individualism dan materialisme sebagai ekses globalisasi, kini mulai dirasakan memasuki berbagai aspek kehidupan individu, keluarga maupun masyarakat. Ekses lainnya yaitu terjadinya pergeseran cara pandang masyarakat tentang keluarga, rumah tangga dan pola interaksi sosial, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis (Hawari, 1995). Fenomena sosial ini, kini sudah terjadi secara luas pada semua lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

 

Memang salah satu dalil dalam perubahan sosial menyebutkan bahwa perubahan terjadi tidak serempak pada semua aspek kehidupan masyarakat, melainkan pada sebagian aspek kehidupan, dan aspek-aspek kehidupan lainnya akan harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi; atau menolak perubahan tersebut. Persoalannya, adalah masyarakat Indonesia ini sangat mudah menerima rembesan dari luar masyarakat, dan mengubah dirinya demi menyesuaikan diri dengan rembesan tersebut (adaptasi). Masyarakat ini sangat adaptif, bahkan dalam banyak hal sangat adoptif; apa yang ada di negara lain, langsung diterapkan. Situasi ini ditambah lagi dengan ’pemaksaan’ dari negara lain yang posisinya dan kondisinya lebih kuat; yang memandang Indonesia dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk sebagai pasar yang bagus untuk segala produk mereka mulai dari barang sampai kepada ide dan nilai-nilai. Politik luar negeri yang terjadi dewasa ini (Bay Suryawikarta): ”...tidak lain adalah rangkaian manuver politik untuk membuka pasar, mencari (dan mencuri) teknologi, dan menggali sumber dana (modal)”.

Untuk Indonesia, ditambah lagi dengan keinginan untuk segera mensejajarkan diri dengan kemajuan, berkonsekuensi terjadinya perubahan yang lebih tidak terkendali, karena, seperti dikemukakan To Thi Anh (1984:97), masyarakat negara-negara berkembang: ”...lebih mudah meniru Barat daripada menemukan cara sendiri”. Gagasan yang serupa juga dikemukakan oleh Aritonang (1999) bahwa Indonesia bukan negara agraris, bukan pula negara industri..; melainkan negara pasar produk agaris dan industri...” Seperti hukum dunia yang bersifat umum yaitu selalu berubah, masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan; namun lebih banyak karena ’kekalahan’ dalam difusi kebudayaan, bukan atas kesadarannya sendiri.  Sebutlah negara-negara yang maju, baik dari belahan Barat maupun dari belahan Timur; benang merahnya sama, yaitu mereka membangun dirinya sendiri berdasarkan nilai-nilai dan filsafat sosiobudaya dan agamanya, dan itu dimulai dengan pengenalan serta penegasan tentang jati dirinya sendiri. Jika masih bingung dengan jati dirinya sendiri, bagaimana orang atau masyarakat akan dapat mengembangkan dirinya? Inilah masalah mendasar masyarakat Indonesia, terlalu mudah mengadopsi perubahan tanpa berpegang kuat kepada nilai-nilai dasarnya, sehingga dengan mudah tercerabut dari jati dirinya sendiri. Jadi, perkembangan masyarakat Indonesia haruslah dimulai dari aktualisasi nilai-nilai dasar yang tetap dipegang teguh sebagai jati dirinya sendiri. Menjadi aneh jika masyarakat yang memandang dirinya religius, justru etos kerjanya rendah, tidak produktif malah konsumtif; padahal tidak ada agama apapun di dunia ini yang mengajarkan pemborosan seperti itu. Jika seseorang atau sebuah masyarakat tidak berpijak kepada karakternya sendiri ketika ia berhadapan dengan

Perubahan-perubahan eksternal dan harus menyesuaikan diri dengannya, maka orang itu akan menjadi ’abdi’ orang lain, masyarakat itu akan didominasi masyarakat lain, seperti dimaksudkan dalam pengertian konsep difusi kebudayaan. Inilah tampaknya yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Tidak berlebihan jika Prof. Mar’at (1986), dan Yesmil Anwar (2007) menyebut masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang sakit (the sick society).

Telah dikemukakan terdahulu beberapa ilustrasi kondisi masyarakat yang menunjukkan terjadinya perubahan sosial. Secara formal akademik, istilah perubahan sosial berarti ’pergeseran pada struktur dan fungsi masyarakat (sistem sosial)’. Brinkerhoff & White, (1985:554) mendefinisikan perubahan sosial sebagai pergeseran terus menerus dalam pola-pola budaya baik materil maupun nonmateril. Perubahan sosial dapat bersifat ‘alamiah’ dalam arti sebagai hasil interaksi di antara elemen-elemen penyebabnya (unplanned social change); dapat pula direncanakan sebagai sebuah rekayasa sosial (planned social change) (Zaltman, Kotler, Kaufman, 1982:27).

Pertanyaannya adalah apa yang berubah, secepat apa perubahan terjadi, dan ke mana arah perubahan tersebut? Johnson (1986:5) menegaskan hubungan antara perubahan sosial dengan masalah sosial, dalam pernyataannya sebagai berikut: ”...since many social problems result from change and because it is human to have such problems, the idea that any of us may be potential users of social services is made more acceptable. Any of us then might have occasion to need a social worker, not just the “poor”, the people from the “wrong side of the tracks”, or of some particular age, ethnic, or other group. This concept of social work may tend to bring about more humility and realism in our thinking, for troubles can, indeed, “happen to any of us”  Dari tulisan Johnson tersebut dapat ditarik beberapa catatan pokok, sebagai berikut: 1. Masalah sosial bersumber dari –dan muncul seiring denganperubahan sosial; padahal sudah menjadi aksioma bahwa tidak ada masyarakat yang sungguh-sungguh statis, melainkan selalu mengalami perubahan. Zaman teknologi yang semakin canggih, globalisasi; menghasilkan percepatan perubahan sosial yang luar biasa karena akses informasi dan transportasi yang semakin baik; artinya sangat produktif menghasilkan masalah sosial sebagai dampaknya.

 

BAB  II

KONSEP DASAR PEKERJAAN SOSIAL

A.   Kesejahteraan Sosial

konsep Kesejahteraan Sosial dapat dipandang dari empat sisi, sebagai berikut:

1.      Sebagai Suatu ‘Sistem Pelayanan Sosial’.

Elizabeth Wickenden (dalam Friedlander, 1974:4) mendefinisikan Kesejahteraan Sosial, sebagai suatu sistem perundang-undangan, kebijakan, program, pelayanan, dan bantuan; untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial yang dikenal sebagai kebutuhan dasar bagi kesejahteraan manusia dan bagi berfungsinya ketertiban sosial secara lebih baik. Dari definisi tersebut dapat difahami tiga hal, sebagai berikut:

a.       Konsep pelayanan sosial (bidang praktik Pekerjaan Sosial) mencakup aktivitas yang sangat luas, mulai dari perundang-undangan sosial sampai kepada tindakan langsung pemberian bantuan.

b.      Konsep ‘Kesejahteraan Sosial’ berbeda dengan ‘kesejahteraan’. Terpenuhinya kebutuhan sosial (kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan) menjadi dasar bagi terciptanya ‘kesejahteraan’ (sebagai keadaan yang baik dalam semua aspek kehidupan manusia).

c.       Pada tingkat masyarakat, kesejahteraan sosial berarti terdapatnya ketertiban sosial (social order) yang lebih baik.

Negara kitapun memiliki Undang-undang yang secara khusus mengatur hal ini, yaitu Undang-undang nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahtearan Sosial yang memaparkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata 30 kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah negara kita, yaitu Pancasila.

2.      Sebagai Suatu Disiplin Keilmuan.

Sebagai suatu disiplin keilmuan, kesejahteraan sosial tidak dapat (dan tidak mungkin) mengkaji semua aspek kehidupan manusia, melainkan harus menentukan dan membatasi kajian (focus of interest) pada (hanya) satu aspek kehidupan manusia. Sebutan konsep ‘sosial’ dengan sendirinya telah membatasi sisi kajian ‘Ilmu Kesejahteraan Sosial’ hanya terhadap aspek kehidupan sosial manusia dengan segala perangkat sistem sosial dan dinamikanya.

3.      Sebagai Suatu Keadaan Hidup.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendefinisikan kesejahteraan sosial, sebagai berikut: ”Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan yang sejahtera, baik secara fisik, mental, maupun sosial; dan tidak hanya perbaikan-perbaikan dari penyakit-penyakit sosial tertentu saja”.

Skidmore and Thackeray (1988:21) sepakat dengan pandangan tersebut: Maka bagi para Pekerja Sosial, tidak bisa tidak, manusia yang sejahtera adalah manusia yang mempunyai kemampuan menjalin interaksi yang baik dengan sesamanya; artinya kebahagiaan dan ketidakbahagiaan manusia terletak pada kualitas hubungannya dengan manusia-manusia lain; bukan dilihat dari kekayaan, kesehatan, dan keadaan lain.

Mengacu kepada pengertian konsep sosial seperti telah dikemukakan terdahulu, maka kesejahteraan sosial mengacu kepada “keadaan antar hubungan manusia yang baik, artinya yang kondusifbagi manusia untuk melakukan upaya guna memenuhi kebutuhanhidupnya secara mandiri”.

4.      Sebagai Suatu Tatanan atau Ketertiban Sosial (Social Order).

a.       Kesejahteraan Sosial dipandang sebagai suatu tatananmmasyarakat.

b.      Tatanan masyarakat tersebut bersifat kondusif bagi setiap warga negara untuk melakukan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka.

c.       Adanya interaksi yang tidak terpisahkan dan saling mendukung di antara setiap individu warga masyarakat dengan masyarakatnya.

d.      Landasan nilai bagi tatanan masyarakat adalah nilai-nilai dasar sosial budaya masyarakat itu sendiri (untuk masyarakat Indonesia, dirumuskan dalam sila-sila Pancasila).

 

B.   Sumber-Sumber Kesejahteraan Sosial

1.      Kebutuhan sumber-sumber

Dalam masyarakat kontemporer mekanismen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dapat dikategorikan sebagai berikut:

a.      Personal: diri sendiri, keluarga, teman, kolega kerja

b.      Informal: penolong alami dalam masyarakat, kelampok kemandirian (self-help groups), kelompok masyarakat arus bawah (community grass-root groups), klub, dan kelompok lainnya yang berfungsi secara informal

c.       Institusional: sekolah, rumah sakit, dan organisasi formal lainnya.

d.      Kemasyarakatan: pelayanan, badan-badan, dan lembaga-lemabaga yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan khusus masyarakat tertentu

 

2.      Rentang Sumber

Suatu rentang pelayanan dan sumber yang banyak adalah dibutuhkan bagi seseorang atau keluarga untuk memperoleh level keberfungsian sosial yang optimal dalam masyarakat Indonesia. Rentang kebutuhan terdiri dari:

a.      Economic

Wilayah kebutuhan ini termasuk pelatihan kerja, konseling karier dan pencarian pekerjaan, konseling masalahmasalah yang berkaitan dengan pekerjaan, pelatihan dalam mengelola keuangan dan perencanaan pensiun, serta informasi mengenai di mana dan bagaimana memperoleh bantuan keuangan.

b.      Parenting

Wilayah ini terdiri dari konseling orang tua – anak; pelayanan dukungan bagi orang tua anak-anak dengan kebutuhan khusus atau bagi orang tua yang tidak mampu untuk melakukan peran orang tua secara mandiri; pelayanan pendidikan difokuskan pada peran orang tua; dan perawatan pengganti anak (day care atau foster care) bagi anak-anak yang membutuhkan secara paruh waktu atau penuh waktu di luar seting perawatan keluarga.

c.       Marital Relationship

Wilayah ini terdiri dari konseling pranikah, konseling pernikahan, dan pelayanan bagi pasangan yang akan bercerai.

d.      Interpersonal and community relationship

Wilayah ini terdiri dari sumber-sumber yang memungkinkan orang berpartisipasi secara bermakna di dalam kegiatan kelompok; pelayananpelayanan untuk membantu para pendatang baru menjadi bagian bersama dengan masyarakat; aktivitas-aktivitas yang menyediakan peluang atau kesempatan dalam kegiatan religius, budaya, politik, dan kependidikan; serta aktivitasaktivitas sosial bagi anak-anak dan remaja.

e.       Physically and mentally disabled persons

Wilayah ini terdiri dari pelayanan-pelayanan pendukung, sarana latihan, transportasi, rumah khusus, dan pelayanan perawatan dan kesehatan khusus.

f.        Schools, hopitals, and institutions

Pelayanan-pelayanan sosial dalam institusi tersebut memungkinkan individu-individu

memanfaatkan secara maksimal lembaga, fasilitasnya, dan personilnya.

g.      Community organization

Hal tersebut merupakan pelayananpelayanan tidak langsung terhadap badan-badan, seperti halnya penggalangan dana, mengkoordinasikan keberadaan pelayanan, memodifikasi pelayanan-pelayanan yang tidak merespon secara efektif terhadap kebutuhan-kebutuhan yang menjadi tanggung jawabnya.

h.      Other services:

Hal ini terdiri dari pelayanan-pelayanan infromasi dan rujukan yang menghubungkan orang dengan beragam sumber yang lebih luas, pelayanan-pelayanan dukungan, pelayanan-pelayanan pemecahan-masalah untuk menghadapi masalah pribadi dan lingkungan, pelayananpelayanan krisis (segera), dan konseling serta terapi bagi orang yang mengalami kesulitan keberfungsian sosial.

C.   Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial

Telah terungkapkan fungsi-fungsi utamanya, yaitu :

a.       Mengkaji keadaan sosial masyarakat.

b.      Mengantisipasi perubahan sosial masyarakat, dengan prediksi terhadap chain-effectnya.

c.       Mengendalikan (mendorong atau menahan) perubahan sosial pada masyarakat.

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, maka bidang kesejahteraan sosial mempunyai tugas-tugas untuk :

a.       Pengembangan ilmunya sendiri

b.      Perumusan kebijakan-kebijakan sosial

c.       Pengembangan pelayanan-pelayanan sosial

Dalam garis besar, ada empat peran profesi Pekerjaan Sosial dalam hal ini, yaitu:

1.      Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

2.      Menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia di sekitar klien.

3.      Meningkatkan jaringan pelayanan sosial.

4.      Mengoptimalkan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial.

 

D.   Profesi Pekerjaan Sosial Dan Pekerja Sosial

Pekerjaan Sosial dapat didefinisikan sebagai suatu “Bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui proses interaksi; agar orang dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan.

Pekerja Sosial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “orang yang memiliki kewenangan keahlian dalammenyelenggarakan berbagai pelayanan sosial”. Dengan melihat beberapa makna definisi Pekerjaan Sosial, maka dapat diketahui pula bahwa kekhasan keahlian Pekerja Sosial adalah pemahaman danketerampilan dalam memanipulasikan perilaku manusia sebagaimakhluk sosial.

Satu hal yang perlu diingat, bahwa karakteristik yang membedakan Pekerjaan Sosial dengan profesi-profesi pemberian bantuan lainnya adalah bahwa bidang kegiatan profesi Pekerjaan Sosial terletak pada ruang lingkup segi sosial dari kehidupan manusia (Katherine A. Kendall, Feflections on Social Work Education, IASSW, New York, 1978).

Untuk dapat lebih memahami keberadaan dan praktik profesi pekerjaan sosial dalam masyarakat, berikut akan dipaparkan perkembangan pengetahuan pekerjaan sosial dari masa ke masa:

a.    Awal tahun 1920-an; Mary Richmond ‘social diagnosis’ perkembangan sosiologi sangat mempengaruhi praktik pekerjaan sosial.

b.    1921-1930; pengaruh psikologi sangat kuat khususnya mengenai tahap perkembangan manusia. Konsep intervention mulai menggantikan konsep treament.

c.    1931-1945; Gordon Hamilton, mengklarifikasi konsep diagnosis yang mengarah pada pada people in situation.

d.    1946-1960; Konsep psikoanalisis masih tetap dipakai.

e.    1961-1975; pada masa ini sangat kaya dengan perkembangan teori, makin banyaknya kemungkinan akan pelayanan baru, bidang permasalahahan baru dan kelompok klien baru, serta dengan menggunakan dengan cara yang baru.

f.     1975-1990; merupakan era kekecewaan masyarakat terhadap sistem kesejahteraan sosial.

g.    1991-19…; paradigma generalist practice makin menguat dengan diterbitkannya beberapa referensi mengenai paradigma ini.

E.   Pekerjaan Sosial Generalis

D. Brieland, L. B. Costin, dan C. R. Atherton menjelaskan dan menggambarkan praktik generalis sebagai berikut:

(Praktik pekerjaan sosial sosial mirip dengan praktik dokter umum, yang dicirikan dengan keluasan keterampilan timbal balik untuk menghadapi kondisi dasar, dengan didukung oleh spesialis malalui rujukan yang dibuat. Peran ini sangat cocok untuk level awal pekerjaan sosial.

Model generalis meliputi mengidentifikasi dan menganalisi perilaku intervensi yang sesuai untuk pekerjaan sosial. Pekerja sosial harus menunjukkan seluas mungkin tugas yang berkaitan dengan provisi dan pengelolaan pelayanan langsung, pengembangan kebijakan sosial, dan menfasilitasi perubahan sosial. Ahli generalis sebaiknya menempatkan teori sistem yang menekankan interaksi dan ketergantungan.

 

BAB  III

LANDASAN PENGETAHUAN DALAM PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

A.    Keilmuan Profesi Pekerjaan Sosial Dan Profesi Pertolongan Lainnya

Profesor Takahashi dari Jepang sebagaimana dikutip oleh Robert M. Z. Lawang (2005) mengatakan bahwa:”pendekatan disipliner seperti sosiologi, politik, psikologi, ekonomi, antropologi atau apapun lainnya, sudah tidak relevan lagi untuk digunakan saat ini. Sebaliknya, pendekatan yang berbasis masalah lebih banyak digunakan”. Artinya, kalau dalam kehidupan riil ada masalah, maka konsentrasi kita harus tertuju pada usaha menggunakan ilmu apa saja.

Oleh karena ilmu pekerjaan sosial berorientasi pada pemecahan masalah, maka ilmu pekerjaan sosial menjadi disiplin ilmu utama pada lembaga yang menyelenggarakan pelayanan sosial. Sementara itu, ilmu-ilmu sosial lainnya mendukung ilmu pekerjaan sosial tersebut, terutama didalam melakukan assessment terhadap klien (individu, kelompok, masyarakat) dan aspek-aspek yang mempengaruhi peran  sosial klien.

Perhatian profesi Pekerjaan Sosial adalah pada upaya pemberian bantuan kepada orang untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan fungsi sosial, kemampuan untuk mengadakan interaksi dan berhubungan dengan orang lain.

Berikut ini akan dipaparkan perbedaan praktik yang dilakukan oleh seorang Pekerja Sosial dengan profesi lainnya dalam memberikan pertolongan:

1.      Pekerja Sosial – Sosiolog

Sosiologi dan Pekerjaan Sosial keduanya menaruh perhatian pada manusia, interaksi di antara manusia, serta pemahaman terhadap interaksi tersebut.

2.      Pekerja Sosial – Psikolog

Psikolog dengan Pekerja Sosial seringkali bersama-sama menjadi anggota suatu tim profesional, khususnya di dalam klinikklinik penyembuhan masalah-masalah sosial-psikologis serta lembagalembaga lain yang berkaitan dengannya.

3.      Pekerja Sosial – Dokter / Paramedik

Pekerjaan Sosial sebagai sebuah profesi pemberian bantuan, salah satu bidang kajiannya adalah dalam hal kesehatan (Pekerjaan Sosial Medis). Fokus Pekerjaan Sosial Medis adalah faktor-faktor sosial yang dapat membantu penyembuhan klien (pasien) atau masalahmasalah sosial yang menyebabkan orang-orang menjadi sakit atau yang menghambat seseorang menggunakan perawatan yang diberikan.kepadanya.

4.      Pekerja Sosial – Konselor

Banyak orang mencampuradukkan peranan dan fungsi-fungsi konselor dengan peranan dan fungsi-fungsi Pekerja Sosial, sebagaimana terdapat banyak sekali macam konselor, namun di sini hanya akan dikemukakan tiga macam konselor, yakni konselor di sekolah, konselor perkawinan, dan konselor.

5.      Pekerja Sosial – Psikiater

Seorang Psikiater dan seorang Pekerja Sosial seringkali harus bersama-sama menjadi anggota suatu tim profesional, dan keduanya memberikan sumbangan yang berbeda sesuai dengan bidang keahlian masing-masing, sehingga menghasilkan suatu kegiatan profesional secara terkoordinasi.

 

A.    Dasar Pengetahuan Pekerjaan Sosial

Menurut Johnson & Schwartz (19951), dasar pengetahuan (knowledge base) pengetahuan pekerjaan sosial umumnya terdiri dari:

1.      Pengetahuan yang diperoleh dari ilmu alam, sosial, dan perilaku;

2.      Pengetahuan yang dikembangkan dari para pekerja sosial sendiri berdasarkan pengalaman dalam melakukan dan membantu orang, dikatakan sebagai “pactice wisdom”;

3.      Pengetahuan yang dikembangkan melalui upaya-upaya penelitian.

Selanjutnya Siporin (1975) menyatakan bahwa dasar pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian komponen praktik, pengetahuan assessment dan pengetahuan intervensi. Pengetahuan assessment memungkinkan pekerja sosial untuk menilai dan memahami perhatian (urusan), kebutuhan, dan masalah-masalah manusia sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Pengetahuan intervensi adalah pengetahuan yang digunakan oleh pekerja sosial untuk melakukan proses pemecahan masalah, yaitu membantu perseorangan, kelompokkelompok, atau masyarakat agar secara efektif mampu manghadapi permasalahan.

Sedangkan Morales & Sheafor (1980) mengidentifikasi terdapat lima jenis pengetahuan yang dibutuhkan oleh pekerja sosial, yaitu dasar pengetahuan pekerjaan sosial umum, pengetahuan mengenai seting praktik khusus, pengetahuan mengenai badan pelayanan khusus, pengetahuan mengenai klien khusus, dan pengetahuan mengenai kontak khusus.

Praktik pekerjaan sosial secara umum mengacu pada pengetahuanpengetahuan

berikut:

1.      Perkembangan manusia dan karakteristik tingkah laku yang menekankan pada kesatuan individu dan pengaruh timbal balik dari manusia dan lingkungan totalnya – manusia, sosial, ekonomi dan budaya.

2.      Psikologi memberi dan menerima bantuan dari orang lain atau sumber di luar individu.

3.      Cara-cara dimana orang-orang berkomunikasi satu dengan yang lainnya dan memberikan tanggapan terhadap perasaan terdalam, seperti kata-kata, sikap dan kegiatan.

4.      Proses kelompok dan efek dari proses kelompok terhadap individu dan pengaruh timbal balik dari individu terhadap kelompok. Arti dan efek terhadap individu, kelompok dan masyarakat dari warisan budaya termasuk agama, nilai spiritual, hukum-hukum dan institusi sosial lainnya.

5.      Hubungan, yaitu proses interaksional antara individu, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok.

6.      Masyarakat, proses internal, mode perkembangan dan perubahan, pelayanan sosial dan sumber dayanya.

7.      Pelayanan sosial, struktur, organisasi dan metode-metodenya.

8.      Diri sendiri, yang membuat seorang praktisi secara individual mampu menyadari dan mengambil tindakan dan bertanggung jawab terhadap emosi dan sikapnya sendiri sebagaimana kedua hal tersebut mempengaruhi fungsi profesional pekerja sosial.

B.     Kebutuhan Pengetahuan Pekerja Sosial Saat Ini

a.      Pengetahuan Umum Pekerjaan Sosial

Pengetahuan ini dikategorikan kedalam 3 daerah:

1.      Kebijakan dan pelayanan kesejahteraan sosial, termasuk mata kuliah mengenai masalah sosial; pengembangan program dan  institusi untuk mencegah, menangani dan mengawasi masalah; kekuatan dan pergerakan yang telah mempengaruhi tujuantujuan kesejahteraan sosial; akibat dari kebijakan sosial, dan peranan pekerja sosial dalam menyusun kebijakan.

2.      Tingkah laku manusia dan lingkungan sosial, termasuk mata kuliah mengenai pertumbuhan manusia dan pengembangan kepribadian (baik normal maupun abnormal); penyakit dan kecacatan; norma dan nilai budaya, proses masyarakat dan aspek-aspek lain dari fungsi sosial individu dan kelompok.

3.      Metode-metode praktik pekerjaan sosial, termasuk metode pelayanan langsung – bimbingan sosial perseorangan, bimbingann sosial kelompok dan pengorganisasian masyarakat dan metode-metode penelitian dan administrasi.

b.      Pengetahuan Mengenai Bidang Praktik Spesifik

Pekerja sosial dipekerjakan di bidang ‘koreksional’ – probasi, penjara atau parole (pengawas) – harus disatukan dengan tujuan-tujuan, filosofi dan fungsi dari bidang tersebut dalam kehidupan masyarakat. Seseorang perlu mengetahui bahwa fungsi ‘koreksi’ adalah hukuman pelaku kejahatan.

c.       Pengetahuan Mengenai Institusi Tertentu

Institusi ini terhubung dengan pengadilan tapi bukan merupakan cabang dari pemerintah; pelayanannya termasuk mempelajari, menangani dan mengawasi para tahanan yang mendapat probasi. Melalui institusi ini, masyarakat mencoba memberikan bantuan ‘koreksi’ kepada para ‘tahanan’dan melindungi masyarakat pada saat yang bersamaan.

d.      Pengetahuan Mengenai Kelayan Tertentu

Disaat segala hal yang berhubungan dengan praktik pekerjaan sosial menjadi lebih spesifik, pekerja sosial sekarang perlu untuk mengetahui lebih dekat kelayan yang diberikan kepadanya.

e.       Keterampilan-Keterampilan Pekerjaan Sosial

Keterampilan-keterampilan yang digunakan oleh pekerja sosial dalam dikelompokkan menjadi tiga ketarmpilan umum, yaitu:

1.      Keterampilan-keterampilan pertolongan interpersonal;

2.      Keterampilan-keterampilan proses pekerjaan sosial; dan

3.      Keterampilan evaluasi dan akuntabilitas

BAB IV

FOKUS PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL

 

A.    Keberfungsian Sosial

Aspek kehidupan manusia yang menjadi bidang garapan pekerjaan sosial adalah aspek kehidupan sosialnya. Manusia secara kodratiah merupakan makhluk sosial, sehingga Aristoteles menyatakan, bahwa: ”Tidak ada manusia normal yang hidup sendiri... Manusia adalah suatu hewan sosial (Zoon Politicon)” (dalam Bierstedt, 1970:272).

Secara sederhana, ketidakberfungsian sosial berarti ketidakmampuan melaksanakan peran sosial seperti diamanahkan oleh nilai-nilai masyarakat. Peranan merupakan seperangkat harapan tentang tindakan yang seharusnya dilakukan seseorang, kelompok, atau masyarakat pada posisi (status) tertentu.

Dengan demikian, keberfungsian sosial secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau kapasitas seseorang dalam menjalankan tugastugas kehidupannya sesuai dengan status sosialnya. Seorang ayah misalnya, dikatakan dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, jika ia mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, mampu menjadi pendidik, pelindung, dan pembimbing segenap anggotakeluarganya.

Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu-individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya (Siporin, 1975:17). Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada

“kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya.

Dalam konsepsi pekerjaan sosial sebagai suatu profesi yang membantu orang memenuhi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk meningkatkan keberfungsian sosial, dimungkinkan untuk melihat secar lebih jelas apa yang pekerja sosial lakukan. Satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji aktifitas yang dilakukan oleh pekerja sosial, yaitu:

1.      Membantu mengembangkan sistem sumber baru;

2.      Memantapkan hubungan yang telah terjalin antara orang dan sistem sumber dan diantara berbagai sistem sumber;

3.      Menfasilitasi interaksi diantara individu dalam sistem sumber;

4.      Memfasilitasi berjalannya interaksi diantara sistem sumber; dan

Membantu orang mengembangkan dan mengatasi pemecahanmasalah dan menghadapi sumber internalnya sendiri.

BAB  V

A.   Proses Praktek PekerjaanSosial

Ada beberapa teori praktik yang ditulis dan dikembangkansecara begitu melebar dan dengan demikian akan mampu mencukupidirinya sendiri (Self Sufficient), dan bersifat komprehensif. Akan tetapi,pemilihan satu pendekatan teoritik saja akan mengakibatkanpenyederhanaan yang berlebihan (over simplifies) terhadap penerapanteori tersebut dalam praktik pertolongan.Semenjak permasalahan sosial yang dihadapi oleh manusiaberasal dan berada pada pengalaman manusia serta situasi yang sangatberagam, maka variasi praktik pekerjaan sosial yang dibutuhkan jugamenjadi sangat beragam. Berbagai kemungkinan maupun modelintervensi pekerjaan sosial, dengan demikian, harus dikembangkansecara lebih luas. Hal inilah yang mendorong pekerjaan sosial untukmengembangkan "eclecticism", yaitu memanfaatkan berbagai aspekdari teori yang berbeda secara bersamaan.

 

B.   Peranan Pekerja Sosial Dalam Menangani Masalah

Peranan adalah sekumpulan kegiatan altruistis yang dilakukan guna tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama antara penyedia dan penerima pelayanan. Peranan merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang untuk menggunakan kemampuannya dalam situasi tertentu. Beberapa variabel yang menentukan peranan pekerja social profesional ialah: 1) pendekatan dulaistis dalam pekerjaan sosial, yaitu perubahan dan pengembangan personal serta perubahan dan pengembangan social sebagai satu kesatuan, 2) fungsi-fungsi praktik pekerjaan sosial yang saling berkaitan yaitu pencegahan, dengan peranan-peranan penelitian, analisis, penyusunan dan pengembangan kebijakan, program dan pelayanan kesejahteraan sosial. Peredaman dampak, dengan peranan-peranan pemberdayaan individu, keluarga, kelompok, organisasi dan masyarakat, motivasi/ penyuluhan/ kampanye sosial, pengajaran/ pelatihan, advokasi sosial, mobilisasi dan alokasi sumber, asistensi sosial dan lain-lain. Pernyataan itu diperkuat dandipertegas oleh Bradford W. Sheafor dan Charles R. Horejsi, (2003:55),peranan yang ditampilkan pekerja sosial antara lain: 1) Peranan sebagaiperantara (broker roles), 2) Peranan sebagai pemungkin (enabler role),3) Peranan sebagai penghubung (mediator role), 4) Peranan sebagaiadvokasi (advocator role), 5) Peranan sebagai perunding (confereerole), 6) Peranan sebagai pelindung (guardian role), 7) Peranan sebagaifasilitasi (facilitator role), 8) Peranan sebagai inisiator (inisiator role),dan 9) Peranan sebagai negosiator (negotiator role).Peranan sebagai perantara, pekerja sosial bertindak di antaraklien atau penerima pelayanan dengan sistem sumber (bantuan materidan non materi tentang pelayanan) yang ada di badan/ lembaga/panti. Fungsi pekerja sosial adalahuntuk memahami situasi keluarga, memahami sumber, melakukanrujukan, menghubungkan sistem pelayanan, dan memberikan informasi yang benar tentang masalah klien atau penerima pelayanan kepadakeluarga.

 

 

 

C.   Proses Praktik Pekerjaan Sosial, Kerangka Model Analisis danPemecahan Masalah Sosial

 

Secara mendasar proses pekerjaan sosial beranjak dari suatu paradigma atau cara pandang yang pertama kali dikemukakan oleh Mary Richmond (1918) yang meminjam istilah medis dalam menangani suatu masalah (penyakit), yaitu suatu tahapan dari assessment, diagnosis and treatment sehingga dikenal dengan istilah medical model; yang kemudian ditambahkan evaluation & termination. Sejak itulah mulai suatu proses pekerjaan sosial secara ilmiah dilakukan.Setiap ahli memiliki pandangan yang beragam  mengenai proses pekerjaan sosial. Latar belakang budaya, bidang garapan dan objek pekerjaan sosial yang berbeda diantara para ahli tersebut sehingga menghasilkan proses pekerjaan sosial yang berbeda pula

Apabila kita melihat berdasarkan pada matrik tersebut makaakan  terdapat ‘sembilan sel’ yang merupakan paduan dari kedua proses permasalahan dan pemecahan masalah sosial. Dan setiap akan berisikan statement yang masing-masing berbeda dengan isi dari sel lainnya. Dengan demikian (paling sedikit) terdapat sembilan isyu (persoalan) yang perlu ditelaah yaitu:

1)      Studi sosial --- Cause (s); pada bagian ini mengkaji mengenai penyebab-penyebab timbulnya permasalahan dengan menyediakan data dan fakta yang memperjelas penyebab permasalahan.

2)      Studi sosial --- Social Problems; merupakan tahap pemahamanterhadap permasalahan yang timbul –kedalaman dan keluasanpermasalahan – dari sebab-sebab yang ditimbulkan sebelumnyadengan menyediakan data dan fakta mengenai permasalahansosial.

3)      Studi sosial --- Effect; merupakan tahapan penkajian terhadapakibat-akibat yang timbul dari permasalahan sosial, akibat inidapat berupa data dan fakta mengenai akibat-akibat baik sosial,kejiwaan, atau fisik yang merusak atau mengganggufungsionalitas manusia.

4)      Assessment (diagnosis) --- Cause (s); pada tahap ini lebih dalammengkaji dan menilai mengapa penyebab-penyebab persoalantersebut muncul. Kemudian langkah-langkah apa yangsebaiknya dilakukan dalam mengatasi penyebab-penyebabtersebut.

5)      Assessment (diagnosis) --- Social Problems; adalah tahap untukmengkaji dan menilai, kemudian menentukan langkah-langkahapa sehingga persoalan tersebut tidak meluas atau menyebarpada setiap lapisan masyarakat.

 

6)      Assessment (diagnosis) --- Effect; Menilai, mengkaji danmenentukan langkah-langkah apa saja dalam rangka mengatasiefek atau akibat-akibat yang ditimbulkan dari permasalahansosial. Serta menentukan apa dan siapa saja yang akandilibatkan dalam mengatasi akibat-akibat sosial, mental danfisik yang telah menggangu fungsionalitas manusia.

 

7)      Treatment --- Cause (s); Mengatasi penyebab berartimenyediakan langkah-langkah cara-cara apa saja, baik formalmaupun informal, baik perorangan, kelompok ataukemasyarakatan, atau secara kelembagaan yang mencegah(preventive) timbulnya lagi permasalahan.

 

8)      Treatment --- Social Problems; berarti menyediakan langkahlangkahatau cara baik formal maupun informal, baikperorangan, kelompok atau kemasyarakatan, atau secarakelembagaan yang menghambat perluasan permasalahan social yang telah terjadi timbulnya lagi permasalahan. Pada bagian ini kegiatan-kegiatan dapat bersifat pengembangan (developmental), sokongan (supportive), atau penguatan/pemberdayaan (empowerment)

 

9)      Treatment  Effect; berarti menyediakan langkah-langkah atau cara baik formal maupun informal, baik perorangan, kelompok atau kemasyarakatan, atau secara kelembagaan yang dapat mengatasi atau memperbaiki akibat-akibat atau kerusakan secara sosial, mental fisik yang telah mengganggu kemampuan manusia mewujudkan fungsionalitasnya. Pada tahap ini kegiatan-kegiatan lebih bersifat penyembuhan (curative) dan perbaikan (rehabilitative).

 

BAB VI

a)    Antara Hubungan Personal DenganHubungan Profesional

Pekerjaan Sosial berawal dari kepedulian sosial antar warga masyarakat. Seluruh sistem praktik Pekerjaan Sosial telah mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan masalah sosial, namun nilai dasarnya tetap: keperdulian sosial. Hepner (1962:....) menulis:”Jika anda ingin memiliki lebih banyak lagi teman, atau ingin bisa bergaul secara lebih menyenangkan, maka anda harus belajar seni tentang melupakan diri sendiri. Anda harus memperkecil kesadaran akan diri sendiri dengan cara berusaha untuk memperbesar kesadaran akan adanya orang-orang lain dan mencurahkan pikiran dan perhatian anda kepada mereka”.

Sebagai bagian dari kelengkapan profesional, Pekerja Sosial sangat perlu memiliki kepekaan rasa terhadap situasi orang-orang lain (individu, kelompok, masyarakat). Namun ketika proses pemberian bantuan berlangsung, ia harus menjaga agar perasaan, kepentingan, kecenderungan pribadinya tidak mencampuri proses pemberian bantuan tersebut. Orientasinya tetap kepada pemenuhan kebutuhan klien, bukan pemuasan kepentingannya. Ia tidak boleh membunuh perasaannya sehingga menjadi robot, tetapi ia harus mengendalikan perasaan pribadinya sehingga tidak mempengaruhi hubungan profesionalnya. Oleh karena itu sejak awal ia harus menegaskan batas-batas hubungan dan pemberian bantuannya (tahap kontak dan kontrak dalam praktik Pekerjaan SosiaL.

 

b)    Prinsip Praktik Pekerjaan Sosial

Prinsip-prinsip praktik Pekerja Sosial dan etika praktik merupakan landasan bagi seorang Pekerja Sosial dalam melakukan hubungan pertolongan dengan klien. Sikap yang harus dikembangkan oleh Pekerja Sosial saat melakukan hubungan dengan klien diantaranya adalah:

1. Acceptance merupakan prinsip Pekerja Sosial yang fundamental, yaitu dengan menunjukan sikap toleran terhadap keseluruhan dimensi klien (Plant, 1970). Hal ini berarti Pekerja Sosial dapat memahmai jalan berpikir klien, niai-nilainya, berbagai kebutuhannya, dan perasan-perasaannya. Pekerja Sosial menerima otentisitas klien dengan segala kelemahan dan kekuatan perilakunya secara bermartabat dan penuh penghargaan. Acceptance terhadap klien berimplikasi pada terbangunnya kekuatan klien serta memunculkan potensi untuk tumbuh dan berkembang (Biestek, 1975).

2. Nonjudgemental, berarti Pekerja Sosial menerima klien dengan apa adanya tanpa disertai prasangka atau penilaian. Hal tersebut bukan berarti Pekerja Sosial sepakat atau menerima nilai-nilai klien untuk diri Pekerja Sosial sendiri, melainkan menerima klien dengan segala keadaannya, menilai klien sebagai manusia dengan latar belakang sejarahnya sendiri, tidak menilai perilakunya, dan tidak memaksakan nilai-nilai yang dimiliki oleh Pekerja Sosial terhadap klien. Sikap Pekerja Sosial seperti ini akan memunculkan perasaan bebas dari klien untuk membuka dirinya tanpa merasa takut diinterupsi atau dikritisi, sehingga klien memiliki kesempatan mengembangkan kesadaran dirinya untuk merekonstruksi sikapnya. Terdapat beberapa langkah untuk mewujudkan sikap nonjudgemental, yaitu: a). Langkah pertama untuk menghindari proses penilaian (judgement), yaitu mencoba melihat ”dunia” dari kacamata klien. Dengan melakukan hal ini, maka Pekerja Sosial akan dapat mengerti motivasi-motivasi klien atau latar belakang klien dalam berperilaku. Setelah Pekerja Sosial mengenal dunia kien dengan pernak-pernik kehidupannya, kita akan mengerti penyebab klien menampilkan perilakunya. b).Untuk bersikap non judgemental tidaklah mudah terutama bagi Pekerja Sosial pemula. Hal ini disebabkan karena kemungkinan munculnya konflik nilai yang dialami oleh Pekerja Sosial ketika berhadapan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh klien. Ada resiko ketika konflik ini terjadi, yaitu Pekerja Sosial mengalami kebingungan, sehingga fokus Pekerja Sosial terhadap persoalan klien terganggu. Apabila kurang hati-hati hubungan yang terjadi antara Pekerja Sosial dengan klien akan digunakan untuk menyelesaikan konflik-konflik nilai yang dialami Pekerja Sosial daripada menyelesaikan persoalan klien. c). Untuk menghindari terjadinya konflik nilai, Pekerja Sosial harus terlebih dahulu mengerti diri dan nilai-nilai apa saja yang dimilikinya. Melalui pemahaman sistem nilai yang diyakininya, mengerti diri dengan lebih baik, serta menyadari keniscayaan relativitas perspektif, maka seseorang tidak akan merasa terancam oleh pandangan orang lain yang berbeda dengan dirinya, serta dengan mengakui adanya perbedaan antarmanusia, maka sikap nonjudgemental akan lebih mudah untuk dilakukan. d). Menjalankan prinsip nonjudgemental bukan berarti Pekerja Sosial tidak dapat membuat keputusan apapun. Prinsip ini hanya ditujukan agar Pekerja Sosial tidak berprasangka, menyetujui ataupun tidak menyetujui sikap serta perilaku klien. Pada pekerjaannya Pekerja Sosial tetap membuat penilaian profesional mengenai solusi alternatif dan pendekatan pemecahan masalah yang tepat (DuBois & Miley, 1992).

3. Individualisasi, berarti memandang dan mengapresiasi sifat unik dari klien (Biestek, 1957). Setiap klien memiliki karakteristik kepribadian dan permasalahan yang unik, yang berbeda dengan setiap individu yang lain. Masing-masing dari mereka dibentuk oleh pengalaman, kebutuhan, situasi, dan pengetahuannya. Dengan demikian Pekerja Sosial tidak dapat menggeneralisasi persoalan yang sama pada klien yang berbeda. Mulailah dengan memandang klien “yang saat ini dan di sini” (here and now).

4. Self Determination, ialah memberikan kebebasan mengambil keputusan oleh klien. Penting bagi kien untuk memilih keputusan yang tepat menurut dirinya sendiri. Ia kemudian dapat menguji keputusan tersebut dan belajar dari pengalamannya sendiri daripada belajar mempercayai “kebijaksanaan” Pekerja Sosial.

5. Genuine/congruence, berarti Pekerja Sosial sebagai seorang manusia yang berperan apa adanya, alami, tidak memakai topeng, pribadi yang asli dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Misalnya seperti contoh berikut ini: hanya ada seorang Mia meskipun ia memiliki banyak peran; ia seorang ibu, Pekerja Sosial, dosen, juga sebagai teman, kakak, pelanggan, penulis, dan sebagainya. Perilaku Mia akan berbeda pada setiap situsi dan peranan di atas. Ketika Mia melakukan hubungan person to person dengan klien dalam peranannya sebagai seorang Pekerja Sosial, maka ia adalah bagian dari keseluruhan dirinya tersebut. Tidak perlu berpikir bahwa hubungan Anda sebagai seorang Pekerja Sosial dengan klien merupakan pekerjaan yang luar biasa serius, berat, dan kaku. Jadilah diri Anda yang asli dan alami, sertakan semua bagian diri Anda yang otentik dalam berhubungan dengan klien, sepeti humor, suka bersenang-senang, sifat kekanak-kanakan disamping sifat serius. Bagian-bagian kepribadian Anda akan memperkaya proses terapi melalui hubungan Anda dengan klien. Selain itu Anda tidak perlu repot-repot merekayasa perilaku Anda (merekayasa citra), sehingga konsentrasi dan perhatian Anda sebagai seorang Pekerja Sosial menjadi teralihkan ke dalam urusan diri Anda sendiri daripada memandang persoalan yang dihadapi oleh klien.

6. Mengontrol keterlibatan emosional, berarti Pekerja Sosial mampu bersikap objektif dan netral. Pekerja Sosial harus dapat membedakan mana tanggung jawab dirinya dan mana tanggung jawab klien dalam memecahkan masalahnya. Mengontrol respon emosional dapat dilakukan dengan menghindari sikap simpati, serta mengedepankan sikap empati. Biestek (1957) menyarankan tiga hal yang harus dilakukan oleh seorang Pekerja Sosial dalam mengontrol respon emosional terhadp klien, sebagai berikut: pertama, kepekaan terhadap perasaan yang terekspresikan maupun yang tidak. Tetaplah waspada dan mengontrol penuh perasaan-perasaan Anda. Kedua, memahami pengetahuan tentang perilaku manusia, dan ketiga, respon emosional harus dikendalikan oleh tujuan-tujuan rasional serta pengetahuan. Memahami keadaan serta respon-respon klien sebagai hal yang wajar akibat dari situasi yang dialaminya, juga dapat membantu menghindari keterlibatan secara emosional.

7. Kerahasiaan (confidentiality), Pekerja Sosial harus menjaga kerahasiaan informasi seputar identitas, isi pembicaraan dengan klien, pendapat professional lain atau catatan-catatan kasus mengenai diri klien. Dengan demikian, klien akan merasa nyaman mengungkapkan masalahnya. Kerahasiaan inimerupakan bagian dari etika dalam praktik Pekerjaan Sosial.

C. Kerangka Profesi Pekerjaan Sosial

1.      Kriteria Profesi

Pembahasan kreteria profesi merupakan pembahasan yangcukup penting, karena dengan mengetahui kreteria profesi kita dapatmengukur sampai sejauhmana suatu bidang keahlian dapat dikatakansebagai profesi. Dengan mengtahui kedudukan profesi kita dapatmengetahui kekurangan-kekurangan dan pemasalahan-permasalahanyang dihadapi oleh suatu profesi.

2.      Kerangka Pengetahuan, Nilai dan Pengetahuan Pekerjaan Sosial.

a. Kerangka Pengetahuan (Body of Knowledge)

Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada klien harus mempergunakan pengetahuan-pengetahuan ilimiah yang sudah teruji kevaliditasannya.

b. Kerangka Nilai (Body of Value)

Konsep nilai banyak dibahas dalam literatur pekerjaan sosial, karena nilai mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam melaksanakan praktek pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial dalam melaksanakan tugas-tugasnya dopengaruhi oleh nilainilai: a. Nilai pribadi pekerja sosial, b. Nilai profesi pekerjaan sosial, c. Nilai klien atau kelompok klien, d. Nilai masyarakat.

                    c. Kerangka Keterampilan (Body of skill)

Profesi tidak hanya membahas teori saja, tetapi berkaitan dengan penerapan atau praktek. Penerapan suatu teori atau knowledge memburuhkan skills, sehingga setiap profesi perlu menuntut skill. Skill merupakan perpaduan antara Body of knowledge dan Body of value. Keterampilan merupakan komponen penting dalam rangka referensi pekerjaan sosial. Sebab keterampilan pada perinsipnya merupakan alat untuk mamadukan karangka pengetahuandan kerangka nilai.

 

BAB VII

A.   Administrasi Pekerjaan Sosial

John Kidneigh menyatakan bahwa administrasi pekerjaan social adalah “ proses transformasi kebijakan sosial ke dalam pelayananpelayanansosial…melalui proses dua cara : (1)…transformasikebijakan ke dalam pelayanan-pelayanan sosial konkrit (nyata), dan (2)menggunakan pengalaman dengan merekomendasikan modifikasikebijakan”. Batasan ini tentunya menekankan pada gagasan bahwaadministrasi adalah proses implementasi, penerjemahan kebijakan kedalam program-program aksi. Stein menjelaskan konsep administrasi

sebagai suatu “ proses penentuan dan pencapaian sasaran-sasaranorganisasi melalui suatu sistem yang terkoordinasi dan upaya-upayakerjasama”.

B. Asumsi Dan Prinsip Dasar

Salah satu prinsip dasar dalam administrasi adalah semua levelstaf turut serta dalam proses administrasi. Spencer (1959), mengajukanbeberapa asumsi dasar yang melekat pada hubungan administrasi:

·         Adminitistrasi badan-badan sosial adalah proses memastikandan mentransformasi sumber-sumber masyarakat (manusia danfinansial) ke dalam program-program pelayanan masyarakat.Proses ini melibatkan partisipasi aktif dari dewan, eksekutif,staf, dan para relawan atau konstituen dalam berbagai tingkatan.

·          Administrasi dalam pekerjaan sosial memperhatikan cara-carapenting dalam menentukan kegiatan, termasuk penentuantujuannya. Artinya bahwa badan sosial itu sendiri memilikitanggungjawab utama dalam berkreasi dan mengendalikannasib dan badan-badan perencanaan masyarakat hanya berperanskunder.

·         Administrasi dalam pekerjaan sosial mengutamakan cara-cara‘penyediaan’ pelayanan. Hal harus dilakukan denganpenyediaan program-program dan aktivitas badan-badan social tertentu.

·          Eksekutif bukan agen netral. Artinya kepemimpinan yangkreatif dibutuhkan dalam semua fase kegiatan badan tersebut.

 

C. Supervisi

Supervisi, bagian penting dari administrasi pekerjaan sosial,berkaitan dengan bantuan staf dengan menggunakan pengetahuan danketerampilan sehingga melakukan pekerjaan secara efektif dan baik.Tanggung jawab yang dibebankan pada supervisor administrasi“ adalah memastikan pelayanan organisasi kepada pasien,meningkatnya efektivitas pembelajar, dan kesesuaian penilaianberkaitan dengan keberhasilan, kelengkapan, penugasan kembali, ataukesalahan kelengkapan tugas”Peran supervisor adalah dukungan, dorongan, berbagiinformasi, dan mendengarkan pekerja, khususnya berkaitan dnganpengalaman baru dan tidak dialami oleh staf.

 

 

D. Konsultasi

Konsultasi adalah suatu interaksi antara orang-orang professional yang mengeksplorasi suatu permasalahan untuk mencari suatu solusiterbaik yang dibutuhkan klien. Sebagai proses, konsultasi adalah suatuteknik untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan; atau suatuproses bantuan yang melibatkan pemanfaatan pengetahuan teknis danhubungan profesional diantara dua orang atau lebih. Metode inimenyediakan bantuan khusus dan informasi teknis dari orang-orangyang kompeten dengan berbagai disiplin secara bersama salingmenukar informasi, sedapat mungkin menyediakan pelayanan yanglebih baik bagi keluarga atau individu yang membutuhkannya. Orangyang memberikan pelayanan ini disebut konsultan, sedangkan yangmemperoleh pelayanan disebut konsulti.

 

 

E. Kolaborasi

Kolaborasi merupakan pembagian upaya pengangan secara totaldan seefektif mungkin dengan memperluas dan membedakanpemanfaatan sumber-sumber, dan dengan mengkombinasikankompetensi profesional. Dengan kata lain, collaboration adalah suatuorkestra badan-badan pelayanan, para profesional berbakat, dankebutuhan klien.Kolaborasi dalam sistem pelayanan sosial merupakan upaya berbagipengalaman dalam hal pengetahuan dari profesional-profesional,paraprofesional-paraprofesional, dan pekerja asli (relawan) dalamberbagai proses penyediaan pelayanan.

 

BAB  VIII

A.   Keadaan, Kecenderungan Dan Masalahdalam Penyelenggaraan PelayananSosial

Ada tiga komponen yang dibutuhkan untuk menumbuhkembangkan sebuah profesi, yaitu lembaga pendidikan profesi, organisasi profesi, dan badan pelayanan (praktik); yang merupakan segitiga sama kaki. Dalam hubungan dengan Pekerjaan Sosial, di Indonesia lembaga pendidikan Pekerjaan Sosial telah menunjukkan kelengkapan jenjang program pendidikan, namun masih sangat mengalami kekurangan dalam penerapan konsep ‘link and match’ dengan kondisi nyata masyarakat sehingga belum begitu terdengar gaung kiprahnya. Kekurangan ini bersumber antara lain pada kurangnya tenaga pengajar baik dalam kuantitas maupun dalam pengalaman praktik, kurang tepatnya sistem kurikulum, khususnya berkaitan dengan metode dan teknik pembelajaran; sangat kurangnya badan pelayanan sosial yang memadai untuk dijadikan tempat praktik.

Dengan melihat perkembangan masyarakat yang semakin membutuhkan sistem pelayanan sosial yang melekat sebagai bagian dari sistem masyarakat itu sendiri, serta tuntutan profesionalisme para Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan sosial; maka dapatlah dikemukakan beberapa karakteristik yang seharusnya melekat pada pelayanan sosial dewasa ini, yaitu:

o   Didasarkan pada nilai sosio-budaya dan agama masyarakat.

o   Adaptif terhadap perubahan masyarakat.

o   Berfungsi memperkuat, mendukung, dan/atau menggantikan fungsi dan     struktur lembaga sosial tradisional.

o   Ditekankan pada upaya pencegahan (preventif) timbulnya masalah dan pengembangan (developmental) kemampuan orang untuk mengatasi masalahnya sendiri; daripada kepada upaya penyembuhan (kuratif, represif, rehabilitatif).

o   Voluntary, artinya dibentuk dan diselenggarakan dari dan oleh masyarakat; tanpa mengandalkan lembaga-lembaga pemerintah (public social service).

 

 

B.     Bidang-Bidang Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan wujud aktivitas Pekerja Sosial dalam praktik profesionalnya. Pelayanan sosial merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami masyarakat sebagai akibat perubahan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian bidang-bidang pelayanan sosial akan tergantung pada bagaimana

Pekerja Sosial memandang dan mengidentifikasikan masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Merton dan Nisbet merinci masalah-masalah sosial, sebagai berikut :

a. Perilaku Menyimpang (Deviant Behavior) :

ü  Tindakan Kejahatan dan Kenakalan Remaja (crime andjuvenille delinquency).

ü  Gangguan-gangguan mental (mental disorders)

ü  Penggunaan obat-obat terlarang (drugs use)

ü   Kecanduan alkohol dan permabukan (alcoholism and problem drinking)

ü  Perilaku Seksual (sexual behavior)

b. Disorganisasi Sosial (Social Disorganization).

ü  Krisis Kependudukan Dunia (The World’s Population Crisis)

ü  Kesetaraan dan Ketidaksetaraan (Equality and Inequality)

ü  Lansia (Age and Aging)

ü  Peranan-peranan seksual (Sex Roles)

ü  Ras dan antar hubungan kelompok di dalam masyarakat (Race and Intergroup    Relations)

ü  Disorganisasi Keluarga (Family Disorganization)

ü  Disorganisasi komunitas dan masalah-masalah perkotaan (Community Disorganization and Urban Problems)

ü  Dunia Pekerjaan (The World of Work)

ü  Kemiskinan dan proletariat (Poverty and Proletariat)

ü  Kekerasan kolektif (Collective Violence)

 

C.   Pekerja Sosial sebagai Disiplin Sekunder

Dalam kategori ini Pekerja Sosial tidak menduduki posisi utama.Peranan Pekerja Sosial dalam memecahkan masalah hanya bersifatmemberikan bantuan terhadap disiplin lain yang mempunyai posisiutama. Beberapa setting di mana Pekerja Sosial mempunyai peranansebagai disiplin sekunder adalah:1). Pekerjaan Sosial dalam pelayanan koreksionalDalam setting ini, Pekerjaan Sosial bersifat membantu terhadapdisiplin ilmu hukum dan usaha-usaha hukum2). Pekerjaan Sosial dalam industryPekerjaan Sosial memberikan sokongan terhadap usaha-usahaindustrialisasi agar dapat mencapai keuntungan yang sebesarbesarnyatanpa melupakan kemanusiawian relasi-relasiantarorang yang terlibat di dalam industri tersebut.Usaha ini bisa diarahkan pada manajer perusahaan denganmemberikan berbagai bantuan dan dukungan yang diperlukan,dan bisa juga diarahkan kepada penyediaan sumber-sumbersosial dan emosional yang dibutuhkan para pekerja3). Pekerjaan Sosial dalam pemeliharaan medis dan kesehatan4). Pekerjaan Sosial di sekolah.

 

D.               Strategi Pelayanan Sosial Dan Organisasi Pelayanan Sosial

Terdapat beberapa strategi pelayanan sosial yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Child/Individual Based Services

Yaitu pelayanan yang menempatkan individu sebagai basis penerima pelayanan; misalnya konseling

2. Institutional Based Services

Dalam pelayanan ini, individu yang mengalami masalah

ditempatkan dalam lembaga pelayanan sosial; misalnya dalam hal pendidikan dan pelatihan

 

3. Family Based Services

Dalam pelayanan ini, keluarga dijadikan sebagai sasaran dan

media utama dalam pemberian pelayanan; dalam hal ini, kegiatan diarahkan pada pembinaan keluarga agar memiliki kemampuan ekonomi, psikologis, dan sosial dalam

memecahkan masalahnya

4. Community Based Services

Pelayanan ini menggunakan masyarakat sebagai pusat penanganan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat agar ikut aktif dalam menangani masalah. Dalam hal ini, peran Pekerja Sosial adalah bersama masyarakat merancang dan melaksanakan program CommunityDevelopment, bimbingan dan penyuluhan, ataupun melakukan kampanye sosial

5. Location Based Services

Dalam strategi pelayanan ini, pelayanan diberikan di lokasi individu yang mengalami masalah

6. Half-Way House Services

Yaitu berbentuk strategi semi panti

7. State Based Services

Pelayanan ini bersifat makro, tidak langsung (macro-indirect services), para Pekerja Sosial mengusahakan situasi dan kondisiyang kondusif bagi terselenggaranya usaha kesejahteraan socialbagi anak atau individu. Perumusan kebijakan kesejahteraanmerupakan bentuk program dalam strategi pelayanan ini.

 

BUKU 2:

BAB I

MENGENAL PENYANDANG MASALAH

KESEJEHTERAAN SOSIAL

 

A.      Pengertian

Pengertian masalah sosial tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang hak azasi manusia; menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang bermasalah sosial berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

B. Jenis Masalah Sosial

a)            Anak belita telantar

b)            Anak terlantar

c)            Anak nakal

d)            Anak jalanan

e)            Wanita rawan ekonomi

f)             Korban tindak kekerasan

g)            Lanjut usia terlantar

h)            Penyandang cacat

i)             Tuna usia

j)             Pengemis

k)            Gelandangan

l)             Bekas warga binaan lembaga kemasyarakatan dll

 

BAB II

KELOMPOK RENTAN MASALAH SOSIAL

 

 

a)            Pekerja usia anak

b)            Anak yang dieksplo untuk sekseual komersial

c)            Anak yang diprdagangkan

d)            Pengusai anak yang terlibat dalam konflik bersenjata

e)            Anak tanpa akta lahir

f)             Anak korban kekerasan dan perlakuan keras

g)            Anak jalan

h)            Anak yang berkomplik dengan hukum

i)             Anak penyandang cacat

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KONSEP DASAR REHABILITAS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

STUDI KHUSUS DALAM

PEKERJAAN SOSIAL

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

MENGENAL PEKERJAAN SOSIAL

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

KETERAMPILAN DALAM PRAKTIK

PEKERJAAN SOSIAL

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KRITIKAL BOOK

A.            Kelebihan Buku

Buku ini sangat bagus dan sangat lengkap didalam nya membahas tentang pengertian rehabilitasi dan penanggulangannya secara rinci dan lengkap, buku ini juga menjelaskan pengertian pekerjaan sosial. Bahasa yang digunakan juga sangat jelas sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami isi buku ini .

 

B.            Kekurangan

Didalam buku ini juga memiliki kekurangan yaitu:

1.            Tidak ada dijelaskan masalah yang mungkin saja bisa terjadi dalam pekerjaan sosial ini

2.            Tidak adanya tugas pokok yang wajib diatasi dalam pekerjaan sosial ini

3.            Tidak adanya contoh-contoh yang dijelaskan dalam pekerjaan sosial, baik itu dalam permasalahan dan lain-lainnya.

4.            Serta tidak jelaskan juga kekurangan yang mungkin saja bisa terjadi dalam pekerjaan sosial ini.

 

A.            KESIMPULAN

Dari hasil review buku tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan sosial itu adalah suatu usaaha mempengaruhi dan mengembangkan sikap sosial. dan penddidikan sosial itu adalah  suatu proses yang di usahakan yang di sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik individu dalam lingkungan sosial dan untuk mendorong secara bebas untuk mencapai erubahan dan kemajuan. Pekerjaan sosial adalah kegiatan pemberian bantuan yang bertitik tolak pada kepentingan dan potensi klien serta lingkungannya. Dan pekerjaan sosial juga menyangkut administrasi, administrasi adalah ketata usahaan yaitu segala kgiatan yang meliputi tulis menulis dan surat menyurat. Dan menurut H.A.Simon bahwa administrasi adalah sebagai aktivitas kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Dan unsur-unsur administrasi yaitu terdiri daripengorganisasian,manajemen,kepegawaian,komunikasi,tatausaha,keuangan,peralatan,hubungan masyarakat. Dan adminis trasi dibagi atas tiga golongan yaitu administrasi negara,administrasi swasta,administrasi internasional. Dan selanjutnya penulis juga membahas macam-macam pencatatan dan laporan yang meliputi laporan proses ringkas,laporan diagnostik,laporan insidental,laporan priodik,laporan harian,jurnal kegiatan,laporan proses.

Pekerjaan sosial berkembang dari mitos-mitos kuno yang berisi tentang 2 (dua) macam pekerjaan, yaitu pekerjaan Filantropi dan pekerjaan Charity. Pekerjaan Philanthropy work adalah suatu pekerjaan pemberian bantuan kepada seseorang yang didasarkan kepada rasa belas kasihan. Sedangkan pekerjaan Charity (Charity work) adalah suatu pekerjaan pemberian bantuan berdasarkan pada Firman Tuhan. Dapat disimpulkan juga profesi pekerjaan sosial mempromosikan perubahan sosial, pemecahan masalah pada relasi manusia dan pemberdayaan serta pembebasan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan.

 

B.            SARAN

Dalam penyusunan kritikan ini, saya selaku penyusun tentunya mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan-kesalahan baik dalam ejaan, pilihan kata, sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang kurang di pahami. Untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besanya, dikarenakan saya masih dalam tahap pembelajaran

BTS - Jimin  - Park Ji Min