“LAPORAN
MINI RISET PERILAKU YANG MENYIMPANG PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR”
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembanga Peserta Didik
OLEH :
IRA NATASYA TARIGAN
(1153371013)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap anak mengalami tahap-tahap perkembangan. Tahap-tahap
perkembangan anak secara umum sama, setiap anak dituntut untuk dapat bertidak
atau melaksanakan hal-hal (perilaku) yang menjadi tugas perkembangannya dengan
baik. Semakin besar tuntutan dan perubahan semakin besar pula masalah yang
dihadapi anak tersebut. Masalah-masalah tersebut akan membuat anak sulit untuk
melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sehingga mereka melakukan
berbagai tindakan negatif seperti penolakan, ketidaksabaran, dan lain-lain.
Dalam laporan kali ini, penulis bertujuan untuk mengidentifikasi
anak yang bermasalah di lingkungan masyarakat yang bertempat di Jl.Letda
Sudjono Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Bandar Selamat Kota Medan. Penulis
menggunakan metode wawancara dan Obsevasi. Penyimpangan perilaku atau perilaku
meyimpang adalah pola-pola perilaku yang negatif yang dilakukan oleh suatu
individu dalam suatu kelompok karena tidak berhasil menyesuaikan diri dengan
keadaan di sekitarnya. Penyimpangan perilaku ini dapat berupa penolakan,
kemarahan, ketidaksabaran, dan sebagainya. Gejala penyimpangan perilaku dari
dalam diri anak SD muncul akibat ketidakmampuan anak tersebut untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan di mana ia berada. Hal tersebut juga akan
mengakibatkan anak berperilaku mundur ke perilaku yang sebelumnya ia lalui.
Sedangkan gejala penyimpangan perilaku pada anak yang berasal dari lingkungan
sekitar antara lain pandangan orang tua dan guru terhadap perilaku anak, pola
perilaku sosial yang buruk yang berkembang di rumah, lingkungan rumah kurang
memberikan model perilaku untuk ditiru, kurang motivasi untuk belajar melakukan
penyesuaian sosial, dan anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup
dalam proses belajar.Ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya gangguan
atau penyimpangan perilaku pada anak, yaitu : (1) Faktor internal, meliputi
krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. (2) Faktor Eksternal, meliputi
keluarga, lingkungan, dan media massa. Adapun bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku
menyimpang anak SD yaitu (1) Rasionalisasi. (2) Sifat bermusuhan. (3) Menghukum
diri sendiri. (4) Refresi/penekanan. (5) Konformitas. (6) Sinis. Dari hasil
observasi di lapangan faktor yang menyebabkan anak melakukan penyimpangan
perilaku adalah dari cara mendidik orang tua yang keras, sehingga anak merasa
tertekan dan menyebabkan anak menjadi emosional.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apa
yang dimaksud dengan penyimpang perilaku pada anak usia SD?
2.
Bagaimana
gejala-gejala penyimpangan perilaku anak usia SD?
3.
Apa
yang menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku pada anak usia SD?
4.
Apa
saja jenis-jenis penyimpangan perilaku yang dilakukan anak usia SD?
C.
Tujuan
Tujuan pembahasan dari makalah ini adalah:
1.
Untuk
memberikan informasi mengenai perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak usia
SD
2.
Untuk
mmeberikan informasi mengenai gejala-gejala penyimpangan perilaku yang
dilakukan oleh anak usia SD
3.
Untuk
memberikan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan perilaku pada anak usia SD
4.
Untuk
memberikan informasi mengenai jenis-jenis penyimpangan perilaku yang dilakukan anak
usia SD dalam pembelajaran.
D.
Manfaat
Laporan ini sangat bermanfaat sekali bagi penulis, karena:
1.
Memberikan
kesempatan kepada penulis (mahasiswa) untuk mempelajari, mengamati, dan
mengkaji suatu permasalahan yang dihadapi oleh anak SD.
2.
Melatih
kita dalam membuat suatu karya tulis agar terbiasa dan lebih baik.
3.
Memberikan
kesempatan kepada mahasiswa (penulis) untuk lebih mengenal calon anak didiknya
dalam berbagai aspek yang ada dalam diri mereka dan masalah yang mereka hadapi,
khususnya anak yang melakukan penyimpangan perilaku.
4.
Sebagai
pedoman untuk pembelajaran.
5.
Sebagai
motivasi untuk melakukan suatu observasi, wawancara atau membaca buku-buku yang
berhubungan dengan permasalahan anak atau siswa.
6.
Mengetahui
akan masalah yang dihadapi seorang siswa yang mungkin kita tidak menyadarinya.
7.
Lebih
mendekatkan pembaca khususnya orang tua dengan anaknya, dengan memberikan
perhatian, kesempatan dan motivasi bagi mereka.
8.
Menumbuhkan
rasa ingin tahu dan kepedulian akan masalah yang dihadapi oleh siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KAJIAN
TEORI
1.
Pengertian
Penyimpangan Perilaku Anak
Perilaku adalah segala sesuatu yang diperbuat oleh seseorang atau
pengalaman. Kartono dalam Darwis (2006: 43) mengemukakan bahwa ada dua jenis
perilaku manusia, yakni perilaku normal dan perilaku abnormal. Perilaku normal
adalah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya, sedangkan
parilaku abnormal adalah perilaku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada
umumnya, dan tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku abnormal
ini juga biasa disebut perilaku menyimpang atau perilaku bermasalah.
Apabila anak dapat melaksanakan tugas perilaku pada masa
perkembangannya dengan baik, anak tersebut dikatakan berperilaku normal.
Masalah muncul apabila anak berperilaku tidak sesuai dengan tugas
perkembangannya. Anak yang berperilaku diluar perilaku normal disebut anak yang
berperilaku menyimpang (child deviant behavior).
Perilaku anak menyimpang memiliki hubungan dengan peyesuaian anak
tersebut dengan lingkungannya. Hurlock (2004: 39) mengatakan bahwa perilaku
anak bermasalah atau menyimpang ini muncul karena penyesuaian yang harus
dilakukan anak terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang baru. Berarti
semakin besar tuntutan dan perubahan semakin besar pula masalah penyesuaian
yang dihadapi anak tersebut.
Perilaku menyimpang dalam istilah psikologi sering disebut dengan
Disruptive Behavior, dan karena perilakunya negatif dan tidak normal maka
termasuk dalam gangguan perilaku, disebut juga dengan Disruptive Behavior
Disorders. Disruptive behavior ini merupakan pola-pola perilaku yang negatif
yang ditampakkan anak dalam kelompoknya maupun untuk merespon segala sesuatu
disekelilingnya. Respon yang sering muncul yaitu kemarahan, ketidaksabaran,
penolakan dan sebagainya.(Loeber, 1990).
Menurut Halgin (1994) ada tiga macam perilaku yang termasuk dalamdisruptive
behavior disorder yaitu :
ü Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
Gejala utama pada anak yang mengalami ADHD adalah kurangnya atau
tidak adanya konsentrasi pada diri anak, ketika anak bermain, belajar atau
segala sesuatu yang dilakukan tidak bertahan lama. Perhatiannya mudah teralih,
diikuti dengan perilakunya yang banyak, banyak gerak dan tidak bisa diam.
Selain itu, anak biasanya juga terlihat sangat aktif dalam berbicara, dan
perilakunya sering mengganggu orang lain.
ü Conduct Disorder
Conduct disorder ini merupakan perilaku yang melatar belakangi
seorang anak memiliki perilaku kekerasan, kenakalan atau kriminalitas. Perilaku
yang ditampilkan dalam conduct disorder merupakan perilaku yang tidak
menghargai hak-hak orang lain, melanggar aturan, norma-norma yang berlaku atau pun hukum. Conduct disorder biasanya
muncul sebelum masa pubertas, diperkirakan 9% terjadi pada laki-laki dan 2%
pada anak-anak perempuan. Conduct disorder ini meliputi juga perilaku bermusuhan
atau menyakiti orang lain.
ü Oppositional Defiant Disorder
Oppositional defiant disorder biasanya terjadi pada anak-anak usia
8-12 tahun, dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan. Pada anak-anak dengan gangguan tersebut memiliki pandangan maupun
perilaku negatif dan menyimpang, biasanya disertai dengan komplain-komplain
terhadap orang tua, sikap permusuhan dan kemampuan berargumentasi tentang apa
pendapat dan apa yang dilakukannya. Reaksi-reaksi yang ditampilkan pada saat
masa remaja adalah reaksi negatif terhadap kemandirian. Kemungkinan besar
anak-anak atau remaja dengan gangguan tersebut akan mengalami juga gangguan
suasana perasaan (mood disorder) atau pun gangguan kepribadian pasif-agresif.
2.
Gejala-Gejala
Penyimpangan Perilaku pada Anak SD
Gejala penyimpangan perilaku anak merupakan tanda-tanda munculnya
perilaku menyimpang pada anak. Gejala-gejala penyimpangan perilaku anak
merupakan perbuatan atau perilaku anak SD yang dapat menunjukkan bahwa anak
tersebut mengalami penyimpangan perilaku. Secara umum gejala ini berasal dari
dalam diri anak dan dari lingkungan sekitar. Gejala penyimpangan perilaku dari
dalam diri anak SD muncul akibat ketidakmampuan anak tersebut untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan di mana ia berada. Hal tersebut juga akan
mengakibatkan anak berperilaku mundur ke perilaku yang sebelumnya ia lalui
(Hurlock, 2004: 39). Sedangkan gejala penyimpangan perilaku pada anak yang
berasal dari lingkungan sekitar menurut Hurlock (2004: 288) antara lain
pandangan orang tua dan guru terhadap perilaku anak, pola perilaku sosial yang
buruk yang berkembang di rumah, lingkungan rumah kurang memberikan model
perilaku untuk ditiru, kurang motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian
sosial, dan anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam
proses belajar.
Pandangan orang tua dan guru terhadap perilaku anak bermakna bahwa
para orang tua dan guru sering menganggap perilaku normal yang mengganggu
ketenangan di rumah atau kelancaran sekolah sebagai perilaku bermasalah. Bila mereka
beranggapan seperti itu si anak mungkin akan mengembangkan sikap yang tidak
menyenangkan terhadap mereka dan terhadap situasi di mana perilaku itu terjadi
(Hurlock, 2004: 39). Akibatnya ialah si anak mengembangkan perilaku yang
merupakan masalah yang serius, misalnya berbohong, berbuat licik atau merusak
sebagai cara membalas dendam.
Pola perilaku sosial yang buruk yang berkembang di rumah merupakan
hal yang menjadikan anak akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian
sosial yang baik di luar rumah, meskipun dia diberikan motivasi kuat untuk
melakukannya. Hurlock (2004: 288) memberikan contoh bahwa, anak yang diasuh
dengan metode otoriter, misalnya, sering mengembangkan sikap benci terhadap
semua figur berwenang. Contoh yang lain adalah pola asuh yang serba membolehkan
di rumah, anak akan menjadi orang yang tidak mau memperhatikan keinginan orang
lain, merasa dia dapat mengatur dirinya sendiri.
Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial
merupakan hal yang sering timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak
menyenangkan baik di rumah atau di luar rumah (Hurlock, 2004: 288). Sebagai
contoh, anak yang selalu digoda atau diganggu oleh saudaranya yang lebih tua,
atau yang diperlakukan sebagai orang yang tidak dikehendaki dalam permainan
mereka, tidak akan memiliki motivasi kuat untuk berusaha melakukan penyesuaian
sosial yang baik di luar rumah.
Anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam
proses belajar. Hurlock (2004: 288) menyatakan bahwa meskipun anak memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar melakukan penyesuaian sosial yang baik, anak tidak
mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar itu. Sebagai
contoh apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan dapat “menguasai”
agresivitasnya setelah bertambah dewasa dan mengalami hubungan sosial yang
lebih banyak, anak itu tidak akan mengasosiasikan agresivitasnya dengan
penolakan teman sebaya yang dialaminya dan, akibatnya dia tidak akan berusaha
untuk mengurangi agresivitasnya.
3.
Faktor-Faktor
yang Menyebabkan Terjadinya Penyimpangan Perilaku pada Anak
Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan penyimpangan perilaku
pada anak, antara lain adalah kurangnya pemupukan pendidikan agama dan moral,
kehidupan yang semakin lama semakin praktis, mudah, dan serba gampang.
Penyimpangan perilaku anak bisa disebabkan oleh faktor dari diri
anak itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
1)
Faktor
internal:
a.
Krisis
identitas
Dalam hal ini, anak sedang mencari jati dirinya dengan meniru
tingkah laku orang dewasa yang ada di sekitarnya.
b.
Kontrol
diri yang lemah
Anak belum bisa membedakan mana tingkah laku yang pantas untuk
ditiru dan tidak, sehingga anak akan terseret pada penyimpangan perilaku.
Begitupun anak yang bisa membedakan namun tidak bisa mengontrol dirinya untuk
bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2)
Faktor
eksternal:
a.
Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota
keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif
pada anak. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan
anak, terlalu keras pada anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau
penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya
penyimpangan perilaku.
b.
Teman
sebaya yang kurang baik
c.
Komunitas/lingkungan
tempat tinggal yang kurang baik.
d.
Media
massa
Banyak media massa yang mempengaruhi perkembangan perilaku anak,
seperti internet, televisi, dan lain-lain. Banyak hal yang tidak patut untuk
ditiru seperti sinetron yang menceritakan tentang permusuhan, atau situs-situs
porno di internet. Menurut Halgin (1994), ada tiga faktor yang menjadi penyebab
munculnya gangguan atau penyimpangan perilaku pada anak, yaitu :
1.
Faktor
genetik, meliputi keabnormalan pada jaringan syaraf di otak, dan
kelainan-kelainan yang dibawa sejak lahir.
2.
Berdasarkan
pendekatan behavioral dan cognitive-behavioral. ADHD merupakan perilaku yang
dapat dipelajari melalui reinforcement. Sedangkan conduct disorder diperkuat
oleh adanya reinforcement dari lingkungan.
3.
Berdasarkan
sistem dalam keluarga, yaitu ketidakharmonisan lingkungan keluarga, keluarga
yang berantakan dan terpecah.
4.
Jenis-Jenis
atau Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang pada Anak SD
Salah satu tujuan memahami perilaku bermasalah ialah karena
perilaku tersebut muncul untuk menghindar atau mempertahankan diri. Dalam
psikologi perilaku ini disebut mekanisme pertahanan diri yang disebabkan oleh
karena anak menghadapi kecemasan dan tidak mampu menghadapinya (Darwis, 2006:
43). Kecemasan pada dasarnya adalah ketegangan psikologis sebagai akibat dari
ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan. Disebut mekanisme pertahanan diri,
karena dengan perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau
menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan.
Bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku menyimpang atau mekanisme
pertahanan diri ini antara lain rasionalisasi, sifat bermusuhan, menghukum diri
sendiri, refresi/penekanan, konformitas, dan sinis (Darwis, 2006 : 44). Adapun
bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku menyimpang anak SD dijelaskan pada
paparan berikut ini.
1.
Rasionalisasi
Rasionalisasi dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut “memberikan
alasan”. Memberikan alasan yang dimaksud adalah memberikan penjelasan atas
perilaku yang dilakukan oleh individu dan penjelasan tersebut biasanya cukup
logis dan rasional tetapi pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan
penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut sebenarnya individu bermaksud
menyembunyikan latar belakang perilakunya (Darwis, 2006: 44).
2.
Sifat
Bermusuhan
Sikap individu yang menganggap individu lain sebagai musuh/saingan.
Menurut Darwis (2006: 45) sikap bermusuhan ini tampak dalam perilaku agresif,
menyerang, mengganggu, bersaing dan mengancam lingkungan.
3.
Menghukum
diri sendiri
Perilaku menghukum diri sendiri terjadi karena individu merasa
cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik orang
lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai amat kuat
(Kartadinata, 1999: 196).
4.
Refresi/penekanan
Refresi ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan
penyebab yang sebenarnya ke luar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan
hal-hal yang menimbulkan penderitaan hidupnya.
5.
Konformitas
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dari
perasaan tertekan atau bersalah terhadap pemenuhan harapan orang lain. Tujuan
anak melakukan hal ini agar ia terhindar dari perasaan cemas.
6.
Sinis
Perilaku ini muncul dari ketidak berdayaan individu untuk berbuat
atau berbicara dalam kelompok. Ketidak berdayaan ini membuat dirinya khawatir
dan cenderung menghindar dari penilaian orang lain.
Semua perilaku mekanisme pertahanan diri di atas mempunyai
karakteristik (darwis, 2006: 45). Karakteristik tersebut antara lain: (a)
menolak, memalsukan, atau mengacaukan kenyataan, (b) dilakukan tanpa menyadari
latar belakang perilaku tersebut. Pola perilaku pertahanan diri ini cenderung
kepada pengurangan kecemasan dan bukan pemecahan masalah yang menjadi dasar
penyebab kecemasan itu.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A.
SUBJEK
PENELITIAN
Subjek penelitian yang kami fokuskan pada penelitian ini adalah
anak-anak usia sekolah dasar (6-11 tahun) yaitu dari aspek perilaku anak yang
menyimpang. Kami mengambil sampel 1 orang anak dari populasi anak
sekolah dasar dari keseluruhan yang kami obsevasi dan wawancarai
Lokasi penelitian berada di Gg Parsambilan Jl. Letda Sudjono
Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.
B.
JENIS
PENELITIAN
Penelitian
survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar
atau kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil
dari populasi. Senada dengan pendapat tersebut, prasetyo (2005;49) berpendapat
bahwa penelitian survey umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi
dari pengamatan yang tidak mendalam.
C.
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini, kami menggunakan teknik pengumpulan data
melalui wawancara dan obsevasi.
1.
Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara/pengumpul data kepada responden
selanjutnya jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Kelebihan teknik
wawancara adalah:
a)
Dapat
dipergunakan kepada responden yang tidak menguasai baca-tulis, termasuk
anak-anak,
b)
Jika
terdapat pertanyaan yang sulit dipahami pewawancara dapat memberikan penjelasan
seperlunya, dan
c)
Dapat
mengecek kebenaran jawaban responden dengan mengajukan pertanyaan pembanding
atau dengan melihat ekspresi wajah serta gerak-gerik responden.
Sedangkan kekurangan teknik wawancara adalah:
a)
Memerlukan
biaya yang cukup besar untuk perjalanan dan ongkos pengumpul data,
b)
Hanya
dapat menjangkau responden yang bersifat terbatas, dan
c)
Kehadiran
pewawancara mungkin akan mengganggu responden.
2.
Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan dengan menggunakan indera
penglihatan. Dalam kegiatan pengamatan, observer (pengamat) belum mengajukan
pertanyaan-pertanyaan khusus yang terkait dengan masalah penelitian.
Kelebihan observasi adalah:
a)
data
yang diperoleh merupakan data yang segar karena langsung diamati dari subjek
pada saat terjadinya tingkah laku, dan
b)
keabsahan
alat ukur dapat diketahui secara langsung.
Sedangkan kelemahannya adalah:
a)
Untuk
memperoleh data yang diharapkan pengamat harus menunggu dan mengamati sampai
tingkah laku yang diharapkan benar-benar terjadi,
b)
Tidak
semua tingkah laku yang diamati relevan dengan masalah yang diangkat dalam
penelitian, dan
c)
Beberapa
tingkah laku, seperti tingkah laku kriminal atau yang bersifat pribadi, sukar
diamati dan bahkan bisa membahayakan observer (pengamat).
D.
TEKNIK
ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini, kami menggunakan teknik penelitian kualitatif
yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis . Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar
fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori
juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL OBSERVASI
A. Identifikasi
1.
Identitas
Nama :
Naufal Ridho
Tempat, Tanggal Lahir :
Batang Kuis, 28 April 2003
Alamat :
Gg. Parsambilan Jl. Letda Sudjono Kelurahan Bandar Selamat
2.
Keterangan
tentang Orang Tua Murid
Nama Ayah/Ibu :
Depi Suryana/Susi S
Agama : Islam
Pendidikan Tertinggi : SD
Pekerjaan
: Dagang
Alamat
: Gg. Parsambilan Jl. Letda Sudjono Kelurahan Bandar Selamat
3.
Keterangan
tentang Keadaan Keluarga Murid
Tinggal dengan :
Ibu
Anak ke- : 1 dari 2 bersaudara
Bahasa Sehari-hari :
Bahasa Indonesia
B.
Diagnosis
1.
Permasalahan
Anak mempunyai tingkat emosi yang tinggi, sering mengganggu
temannya, sering berkata kasar, dan tidak hormat terhadap orang yang lebih tua.
Dengan observasi, keadaan anak dapat dilihat dari berbagai aspek:
a.
Aspek
Kognitif
Dilihat dari aspek kognitif, Alif bukan termasuk anak yang
mengalami kesulitan belajar, ini ditunjukkan oleh perolehan nilai yang cukup
memuaskan, dalam setiap ulangan.
b.
Aspek
Afektif
Dilihat dari segi afektif, Alif cenderung hyperaktif dan sering
mengganggu teman-teman yang lainnya, sering berkata kasar dan tidak hormat
kepada guru. Sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
c.
Aspek
Psikomotor
Dilihat dari aspek psikomotor, perkembangan psikomotor Alif
cenderung kepada hal-hal yang bersifat negatif.
Dilihat dari hasil obsevasi, dapat disimpulkan bahwa Naufal
mengalami masalah pada aspek afektif sehingga ia melakukan penyimpangan
perilaku.
2.
Latar
Belakang
Anak dari pasangan Bapak Depi dan Ibu Susi ini melakukan
penyimpangan perilaku terlihat dari segi afektifnya. Dia cenderung hyperaktif,
sering mengganggu teman-temannya, sering berkata kasar dan tidak hormat
terhadap guru dan orang yang lebih tua darinya.
Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua, sehingga
anak bergaul dengan bebas dan meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa
di sekelilingnya. Sikap orang tua yang keras dalam mendidik, membuat Alif
merasa tertekan sehingga menjadi hyperaktif dan tempramental saat berada di
luar rumah.
C.
Usaha
Mengatasi Penyimpangan Perilaku
Usaha yang dilakukan dalam mengatasi perilaku menyimpang dapat
dilakukan dengan cara:
1.
Usaha
di lingkungan keluarga
·
Menciptakan
keluarga yang harmonis, terbuka dan jauh dari kekacauan. Dengan keadaan
keluarga yang seperti ini, mengakibatkan anak-anak lebih nyaman tinggal di
rumah. Tindakan ini lebih mendekatkan hubungan orang tua dengan anaknya.Memberikan
kemerdekaan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya dalam batas-batas kewajaran
tertentu. Dengan tindakan seperti ini, anak-anak dapat berani untuk menentukan
langkahnya, tanpa ada keraguan dan paksaan dari berbagai pihak. Sehingga mereka
dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap apa yang mereka kerjakan.
·
Orang
tua selalu berbagi (sharing) pengalaman, cerita dan informasi kepada anak-anak.
Sehingga mereka dapat memilih figure dan sikap yang cocok unutk dijadikan
pegangan dalam bertingkah laku.
·
Orang
tua sebaiknya memperlihatkan sikap-sikap yang pantas dan dapat diteladani oleh
anak-anak mereka.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyimpangan perilaku atau perilaku meyimpang adalah pola-pola
perilaku yang negatif yang dilakukan oleh suatu individu dalam suatu kelompok
karena tidak berhasil menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya.
Penyimpangan perilaku ini dapat berupa penolakan, kemarahan, ketidaksabaran,
dan sebagainya.
Gejala penyimpangan perilaku dari dalam diri anak usia SD muncul
akibat ketidakmampuan anak tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
di mana ia berada. Hal tersebut juga akan mengakibatkan anak berperilaku mundur
ke perilaku yang sebelumnya ia lalui. Sedangkan gejala penyimpangan perilaku
pada anak yang berasal dari lingkungan sekitar antara lain pandangan orang tua
dan guru terhadap perilaku anak, pola perilaku sosial yang buruk yang
berkembang di rumah, lingkungan rumah kurang memberikan model perilaku untuk
ditiru, kurang motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial, dan anak
tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar.
Ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya gangguan atau
penyimpangan perilaku pada anak, yaitu : (1) Faktor internal, meliputi krisis
identitas dan kontrol diri yang lemah. (2) Faktor Eksternal, meliputi keluarga,
lingkungan, dan media massa.
Adapun bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku menyimpang anak SD
yaitu (1) Rasionalisasi. (2) Sifat bermusuhan. (3) Menghukum diri sendiri. (4)
Refresi/penekanan. (5) Konformitas. (6) Sinis.
Dari hasil observasi di lapangan faktor yang menyebabkan anak
melakukan penyimpangan perilaku adalah dari cara mendidik orang tua yang keras,
sehingga anak merasa tertekan dan menyebabkan anak menjadi emosional.
B.
Saran
Sebagaimana kita ketahui sekarang banyak sekali penyimpangan
perilaku yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar yang jika dibiarkan akan
menyebabkan terjadinya degradasi moral. Diharapkan tidak hanya dari pihak
sekolah saja sebagai lembaga pendidikan, tetapi keluarga dan masyarakat juga
turut berperan agar tidak terjadi penyimpangan perilaku pada anak-anak